[Tangerang. Senin, 12 September 2011] - Jodoh Oh Jodoh ...
Karena baca postingan di WR yang banyak nyenggol soal jodoh :), aku jadi flash back ingat masa-masa ketemu jodohku sebelas tahun yang lalu.
Urusan jodoh memang misteri Allah. Tapi, sebagaimana maut, dan susah-senangnya kita hidup di dunia ini, semua itu sudah Allah tetapkan sejak pertama kali Dia tiupkan ruh ke setiap janin di dalam rahim ibunda. Jodoh bisa datang cepat atau terlambat. Dia bisa datang di saat kita sudah benar-benar siap, atau di saat yang tidak kita sangka-sangka sama sekali. Maka, betapa besar kekuatan doa kurasakan dalam membimbingku dalam menjalani urusan jodoh ini.
Saat itu, aku masih tercatat sebagai mahasiswa tingkat akhir, semester delapan, di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Aku sedang disibukkan dengan tugas magang di salah satu LSM yang bergerak di bidang edukasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja, di daerah Jakarta. Aku sih berharap selesai magang, bisa langsung mengurus proposal skripsi dan selesai kuliah tepat waktu.
Beberapa bulan sebelumnya, aku pernah meminta bantuan seorang teman Rohis waktu di SMA dulu, untuk mencarikan guru mengaji laki-laki untuk anak-anak asuh di rumahku. Dan tanpa tahu apa yang sudah Allah rencanakan dalam hidupku, di situlah ternyata titik awal pertemuanku dengan calon suamiku. Singkat cerita, dia menghubungi kakak kelasnya, yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku ternyata, untuk membantuku membimbing anak-anak asuh di rumahku.
Surprisenya, ternyata aku merasa pernah mengenal kakak kelasku ini, karena ternyata dia pernah menjadi guru BTA (Bimbingan Tes Alumni) ketika aku berada di kelas tiga, saat dia sudah kuliah di Fakultas Teknik UI. Awalnya sih biasa-biasa saja, nggak ada sesuatu yang heboh terjadi :D.
Tiba-tiba saja, di suatu hari, setelah selesai salat Isya, teman SMA ku itu menelponku.
"Lagi apa, Lin?"
"Nggak lagi apa-apa. Baru selesai salat Isya."
"Ada yang mau aku tanyain nih, tapi jangan kaget ya ...."
"Apa?"
"Ngg ..., Yulin sudah siap nikah belum?"
Tiba-tiba saja tanganku jadi berkeringat dan aku merasa gemetaran. Jujur, ini pertanyaan yang baru sekali-kalinya ditanyakan ke aku seumur hidupku :D.
"Kenapa memangnya?" tanyaku pelan, walau aku sudah membaca arah pertanyaannya.
"Ada seseorang yang minta ditanyakan ke Yulin langsung. Dan insyaallah yulin kenal orangnya. Dia sudah ngobrol sama orangtua Yulin, dan kata mereka semua terserah Yulin."
Mataku langsung terasa berkunang-kunang. Kuteguhkan hatiku untuk bertanya pertanyaan yang sepertinya sudah bisa kutebak jawabannya.
"Siapa?"
"Kakak kelas kita itu ...."
Saat itu, yang aku ingat aku tidak bisa menahan air mata yang turun tanpa permisi. Temanku itu sampai kaget begitu mengetahui aku menangis.
"Kenapa nangis, Lin. Proses pertama kali ya..." katanya, lebih seperti ngeledek :D.
"Ya sudah, nggak mesti langsung dijawab kok. Pikirin dulu deh yang tenang."
Setelah malam itu, adalah masa-masa aku berpikir dan merenung. Sungguh, aku tidak menyangka akan ada yang mengajakku menikah di usia 21. Siapkah aku? Mengingat aku yang childish, nggak bisa masak, dan kuliahku? Tanggung sebentar lagi selesai. Tapi, saat itu aku justru terpikir akan sahabat-sahabatku di Rohis kampus. Entah mengapa, mereka sering sekali menggodaku bahwa aku akan menikah cepat dan yang pertama kalinya di antara teman-teman seangkatan. Bahkan, mengetahui aku yang tidak bisa masak, mereka secara spesifik selalu mendoakan aku mendapatkan jodoh orang Padang, supaya aku terpacu untuk belajar masak :D. Ya Allah, betapa ucapan itu adalah doa! Ucapan itu adalah doa! Karena, semua itu benar adanya, alhamdulillah ... :D.
Tidak sampai dua bulan setelah itu, aku pun menikah. Kuliahku molor dua semester, tapi alhamdulillah semua bisa kuselesaikan dengan bantuan dan doa dari sahabat-sahabatku, dan keluarga yang mencintaiku. Hingga saat foto wisudaku pun sudah ada Yahya di sana.
Setiap kuingat peristiwa ini, maka ayat surat Ar Rahman lah yang selalu melintas di hatiku. Maka, nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan?
====================================================