Dear, Diary
Begitu banyak bahagia dan kejutan yang raih di September kemarin
Mulai dari
Senyuman manis profesorku yang bangga dengan caraku mengajar
Pujian sang calon Profesor yang mengatakan bahasa inggrisku excellent
Paman yang bangga karena aku bisa dipercaya dalam hal mengajar
Mahasiswa yang senang diajar denganku
Teman-teman dosen yang ramah terhadapku
Lingkungan baru yang menyemangati langkahku
Sepeda pinjaman tetangga yang menemani hari-hariku
Calon siswa privat yang sudah tidak shabar diajar denganku
Tulisan-tulisanku sudah banyak yang nembus lomba
Blogku semakin hari semakin kaya tulisan
Tubuhku yang semakin hari makin "bondeng"
Komunitas penulis yang sudah berbuat banyak untukku
Sahabat-sahabat penulis yang sudah menjadi bagian dari cerita hidupku
Ibu dan adik-adik yang selalu menanti kepulanganku
Kekasih yang entah menyayangiku atau tidak
Hingga semua bahagia dan kejutan yang datang silih berganti
Dan meski kuyakini bahwa semua itu tidak lepas dari cobaan yang bertubi datangnya
Diary, thanks for your keeping me on writing
Let me write the more happiness on October...
Palangkaraya, 1 Oktober 2011
0
Coment
Posted in
Label:
Tri Lego
0
Coment
Posted in
Label:
Alva Afifa
0
Coment
Posted in
Label:
Ichsan 'kidnep' Effendi
0
Coment
Posted in
Label:
Adiba Ad-Dawiyah
Sebenarnya niatku hanya ingin mengingatkan dan meredakan. Namun, jiwa yang digenggam amarah, memang punya sensitivitas yang sangat tinggi. Jadi, saat Aku komentar "Astaghfirullah, jangan marah, jangan marah, jangan marah" di status salah satu teman Facebook, di balas dengan komentar yang tidak mengenakan di hati. Aku masih ingat, api amarah sedang membara di hatinya. Maka, mencoba sesantun mungkin komentar balasan kutulis.
Sepenggal cerita tentang berbalas komentar di sebuah jejaring sosial yang memancing amarah. Walaupun sebenarnya ini kali pertama bagiku. Tapi, aku kerap menemui hal seperti ini di beberapa dinding temanku yang lain.
Bahasa lisan dan bahasa tulisan memang memiliki tujuan yang tidak berbeda. Yakni menyampaikan isi pikiran, baik pesan, amanat, ide dan lainnya. Sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi tentunya. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Bahasa lisan atau percakapan langsung, dalam pengucapannya didukung oleh mimik wajah, gesture tubuh dan intonasi suara. Sehingga isi pikiran, ide atau informasi yang ingin disampaikan bisa sangat jelas diterima oleh lawan bicara. Sisi kekurangannya adalah spontanitas, yang kadang sulit terkontrol bagi sebagian orang, termasuk aku. Hasilnya, ada saja beberapa kata yang kurang pantas terlanjur terlontar. Lalu, sakit hatipun tak terhindar. "Kan bisa minta maaf". Ok, memang kata maaf ampuh sebagai penawar. Namun, terkadang itu saja belum cukup. Tergantung seberapa besar dan parah sakit hati itu sendiri. Dan mungkin, masih butuh bantuan waktu untuk menyembuhkannya.
Di sinilah bahasa tulisan lebih unggul dari bahasa lisan. Kenapa? Karena bahasa tulisan sangat dapat dikontrol sebelum sampai pada orang yang dituju. Sebelum mengirim pesan, melaui SMS, inbox di Facebook atau Email, komentar atau yang lainnya, tulisan bisa dibaca ulang, diteliti perkata. Dari sini kita bisa meminimalisir kesalahan, dan jika sudah yakin barulah tombol kirim ditekan. Hanya aksara di atas perantara, tanpa air muka, gesture dan intonasi tentunya. Ya, itu merupakan salah satu kekurangan dari bahasa tulisan. Karena itu juga, tak jarang orang salah menafsirkan makna pesan yang diterima, yang akhirnya berujung salah paham. Dan sebagai manusia yang tempatnya salah dan lupa, kesalahan dalam menggunakan bahasa tulisanpun bisa saja terjadi.
Seperti pengalamanku dan juga mas Taat temanku. Saat membaca status teman di Facebook yang ditulis dengan kepala bertanduk, kamipun berniat meredakan dan menghibur. Beberapa kalimat kami tulis sebagai rasa keprihatinan dan ingin mengingatkan. Yang kami dapat malah respon yang cukup untuk membuat kami mengelus dada.
Akhirnya, kembali kepada masing-masing pribadi. Lebih bijak dalam menghadapi berbagai macam permasalahan yang hadir adalah pilihan tepat tentunya. Agar dapat mengendalikan lisan atau tulisan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan lingkungan.
Cikarang, 28 September 2011
0
Coment
Posted in
Label:
Joko Rehutomo
Dua hari ini aku pulang balik dengan KRL. Iseng aku melirik kearah lapak pedagang CD bajakan. Entah mengapa aku tertarik dengan judul CD film Indonesia yang dipajang disana. Biasanya aku tak pernah menyentuhnya, karena sejak jaman bujangan dulu aku tak begitu suka dengan film Indonesia. Bukannya aku tak cinta dengan produk dalam negeri, tetapi aku tak suka dengan cerita yang disajikan dalam film Indonesia yang kebanyakan nggak masuk akal atau istilah anak gaul sekarang : lebay. Kalau tidak salah terakhir aku nonton fim Indonesia di bioskop sekitar tahun 2001, yaitu Film berjudul “ 30 Hari Mencari Cinta “ yang dibintangi oleh Nirina Zubir dan Dina Olivia.
0
Coment
Posted in
Label:
Mustika W S
28 september 2011
Hari ini sepulang mengajar di sekolah, aku ada jadwal mengajar privat. Sebenarnya jadwal hari ini lumayan padat, tapi mengingat kewajiban, aku melangkah semangat. Alhamdulillah, doaku dikabulkan. Hari ini berjalan lancar dan penuh semangat.
Aku ingin segera sampai di rumah, ketika dalam perjalanan rumah, adikku mengirim pesan yang isinya mau menjenguk kakak iparku di rumkit. Sebenarnya, aku ada niat mengunjunginya besok sore. Kerjaanku juga masih ada yang belum kelar, membuat soal mid semester. Semalam sudah kucicil 155 soal, ini mau ditambah 105 soal lagi karena besok dikumpul. Belum lagi merevisi naskah tole udinku yang masuk nominasi karena besok batas pengiriman. Batas amunisi modemku akan berakhir jam 12 malam ini. Besok belum tentu bisa mengisinya karena persediaan kocek menipis. Mau membuat jadwal ujian praktek dan tulisan dan masih banyak lagi. Tapi, setelah dipertimbangkan, besok juga ada kerjaan yang harus diselesaikan. Akhirnya aku menerima tawaran adikku pergi sore ini.
Aku sampai pukul 5 sore, aku segera mandi menunggu adikku pulang. Adikku tiba pukul 05.30 sore, kami pun segera meluncur dengan motor. Suara azan berkumandang, kami salat di masjid baru naik ke lantai enam, tempat kakakku dirawat. Sampai disana, kulihat dia baik-baik saja. Dia sedang berbincang dengan kawannya. Beberapa saat, kawannya permisi untuk menunaikan salat magrib. Tetangga yang menjaganya juga permisi untuk salat. Adikku disuruhnya untuk membeli nasi di luar karena tidak selera dengan makanan dari rumkit.
“Ka, sinilah.”
“Apa kak?” kujawab sambil duduk di kursi yang terletak di samping tempat tidur.
“Mendekatlah.”
Aku pun mendekat. Tiba-tiba terdengar suara parau dan bulir-bulir bening itu keluar dari sudut matanya.
“Ka, kenapa Allah memberi cobaan yang bertubi-tubi pada hambaNya?” tanyanya sambil menangis. “Apa karena kakak banyak dosa, sehingga Dia marah?”
“Kak, justru karena Allah sayang sama kita, makanya diberi cobaan. Allah tak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambaNya. Karena kakak kuat dan istimewa makanya diberi cobaan. Allah sayang sama kakak.” Aku mengusap pundaknya, menghapus air matanya, membiarkan dia mengeluarkan isi hatinya. Aku berusaha menguatkannya, memberi semangat dan doa. Kak, sebenarnya air mataku hampir mau jatuh jua, tapi kutahan.
Pukul sudah menunjukkan pukul 8 malam, aku pun permisi pulang. Sepertinya dia enggan melepaskannya, dia ingin bercerita banyak. Dia kembali segugukan ketika aku menyalaminya dan mencium pipinya. Kak, aku masih mau disampingmu mendengarkan keluh kesahmu, namun aku harus pulang, ada kerjaan yang harus kutuntasakan malam ini. Rintik hujan yang turun saat pulang, menemaniku untuk berzikir atas kesembuhanmu. Tegarlah, Allah bergantung pada prasangka hambaNya.
Aku sangat bersyukur, rasa letihku hilang setelah melihat dan mendengarkan curhatan kakak sekaligus bisa membuat dia jauh lebih plong. Bisa menumpahkan kegalauan hatinya padaku. Allah melihat dan mendengar doa-doamu. Bersabarlah. Penolakanmu terhadap yang batil membuatmu sudah istimewa. Tetaplah seperti itu! Ada yang ia ungkapkan, sungguh membuat nurani tersentak, lirih dan takjub. Beri dia ketegaran dan kesembuhan ya Rabb. Aku juga ingin memberi kata-kata penyemangat untuk abangku yang menjaga kedua putranya di tengah cobaan ini. Abangku mungkin sedang dilema, melihat kondisi istri yang sakit ditambah ada masalah internal. Dikesempatan lain akan kujabarkan pelajaran berharga dari curhatan kakakku tadi. Wow, sudah pukul 9 lewat aku harus menyelesaikan soal-soal, kalau tidak, aku bakalan kena tegur sama atasan. Semangkaaaaaaaaaaaaaa
0
Coment
Posted in
Label:
Ichsan 'kidnep' Effendi