twitter



Depok, Medio :  Minggu - Senin , 25- 26 September 2011

Dua hari ini aku pulang balik dengan KRL.  Iseng aku melirik kearah lapak pedagang CD bajakan. Entah mengapa aku tertarik dengan judul CD film Indonesia yang dipajang disana. Biasanya aku tak pernah menyentuhnya, karena sejak jaman bujangan dulu aku tak begitu suka dengan film Indonesia. Bukannya aku tak cinta dengan produk dalam negeri, tetapi aku tak suka dengan cerita yang disajikan dalam film Indonesia yang kebanyakan nggak masuk akal atau istilah anak gaul sekarang : lebay. Kalau tidak salah terakhir aku nonton fim Indonesia di bioskop sekitar tahun 2001, yaitu Film berjudul “ 30 Hari Mencari Cinta “ yang dibintangi oleh Nirina Zubir dan Dina Olivia.
            Kembali ke lapak CD tadi, aku amati CD film Indonesia diletakkan agak spesial, digantung terpisah dengan CD film dari luar. Coba tebak judul film Indonesia yang dipajang, hampir 95 % adalah film yang bergenre horor alias film berhantu. Pocong dan suster ngesot rupanya tengah ngetrend dikalangan sineas kita. Simak beberapa judul diantaranya: Suster Ngesot, Suster N, Hantu Puncak Datang Bulan, Hantu Jeruk Purut, Pocong Keliling, Gendruwo serta judul lain yang membuat dahi kita dipaksa berkerut.  Hanya dua film drama yang terselip diantaranya, yaitu : Dalam Mihrab Cinta dan Alangkah Lucunya Negeri Ini. Sebenarnya ada apa sebenarnya dengan dunia perfilman kita ?
Terlepas dari ulah tercela dari para pembajak yang dengan seenaknya mencopy dan mengedarkan karya orang lain, ada fenomena yang menarik tengah terjadi didunia perfilman Indonesia. Fenomena ini sebenarnya bukanlah fenomena baru. Dulu waktu masih SMP aku sering nonton di layar tancap film-film yang dibintangi almarhum “Suzanna “. Bahkan beliau pernah dijuluki “ Ratu Horor”. Kebanyakan film Suzana adalah film horor yang berkaitan dengan cerita yang melegenda di tanah air. Seperti, Ratu Roro Kidul, Nyi Blorong sampai Calon Arang. Sebenarnya tak tepat juga Suzana menyandang sebutan tersebut,karena bebarapa filmya sama sekali tidak menampilkan tokoh makluk halus jenis apapun.
Dalam ingatanku Suzana pernah membintangi film Sangkuriang, dimana dia berperan sebagai Dayang Sumbi. Dalam film inilah Suzana dipasangkan dengan Clift Sangra yang kemudian menjadi suaminya( selisih keduanya 20 tahun). Lha kok malah ngurusi jodoh sih ? Ok kita kembali ke jalur yang benar. Mengenai akting, bintang satu ini benar-benar sangat menjiwai. Seolah –olah aura magis keluar dari wajahnya secara alami walaupun makeupnya biasa saja. Konon kehidupan mistis ini sampai terbawa di kehidupan sehari –hari, dimana Suzana suka sekali makan bunga kantil. Sejenis bunga yang sering dibuat ziarah kubur. Nah lho, ngeri nggak ?
Berbicara akting bintang film horor sekarang, kelihatan sekali dipaksakan.Makeup tebal, wajah dibuat seram, yang justru malah membuat penonton tertawa geli. Lebih parah lagi ceritanya maksa banget, yang kadang hanya memanfaatkan kepopuleran bintang sesaat semata. Mana ada coba ada hantu yang gagap ? dapat ditebak ini memanfaatkan kepopuleran pelawak Aziz Gagap yang sedang naik daun. Ada lagi judul film yang membuat kita tersenyum nyengir, lha wong judul film kok hantu keramas ? Siapa takut ?  
Film bergenre horor sebenarnya syah – syah saja dan salah satu ajang bagi para seniman film dalam mengekspresikan karya mereka. Tapi jangan membodohi para penonton yang sudah susah payah mengeluarkan uang buat beli karcis. Buatlah film yang berkualitas, jangan sekedar mengikuti trend. Kita dapat belajar banyak dari film – film produksi Holywood. Para pembuat film di negeri MR Obama ini. walaupun mengikuti trend tetapi kualitasnya tetap terjaga. Sebagai contoh film “ Fredy Krueger “ . Film ini sangat melegenda di seluruh dunia, bahkan telah menjadi franchise. Ada pula “ The Exorchist”, ‘ The Fryday 13’Th” serta sejumlah judul populer lainnya.
Bila film Indonesia berkualitas, baik genre horor maupun jenis lainnya, dapat dipastikan film nasional akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dan tentu saja para penonton akan menyerbu gedung bioskop karena mereka bangga dengan karya anak bangsa sendiri. Para distributor film tidak akan khawatir dan ribut. Walaupun film holywod tidak masuk Indonesia seperti beberapa waktu lalu dikarenakan pajak impornya yang terlalu tinggi, penonton tetap datang berbondong –bondong mengantri karcis. Mereka akan melakukan hal itu apabila mereka puas dengan apa yang ditontonnya. Semuanya itu perlu proses dan komitmen dari pihak – pihak yang berkecimpung didalamnya, termasuk pemerintah sebagai pelindung dan pembuat kebijakan ( a.l : pajak dan perijinan). Lalu kira-kira kapan ya ? Entahlah, hanya waktu yang bisa menjawab ….     
*****

0 Coment:

Posting Komentar