twitter


09 September 2011
Kampus Biru, ITS


Entah karena apa, hari ini aku rasakan penat yang luar biasa. Dilema. Saat semua kesibukanku di kampus memaksakau untuk tetap tinggal, sementara di sisi lain, orang tuaku di kampung memintaku untuk pulang. Kemarin, aku sudah rancang sebuah rencana tentang kepulanganku. Memasukkan barang bawaan ke dalam tas, menyiapkan barang titipan adikku, serta menyiapkan uang buat membeli tiket kereta. Semua sudah tertata rapi. Namun hari ini, serasa lemas seluruh saraf-sarafku. Semua tak sesuai dengan target. Tugas-tugas kuliah yang masih kececeran, ditambah lagi amanah organisasi yang belum kelar, mana mungkin bisa aku tinggalkan begitu saja? Langsung terbersit pikiran di otakku, 24 jam dalam sehari masih sangat kurang menurutku. Kenapa tidak ditambahkan menjadi 48 jam? Begitu tak adil.
Tapi tak mengapa. Aku putuskan aku tidak akan jadi orang yang egois. Aku harus tetap tinggal di sini sampai semua tanggungjawab ini selesai. Emak, Adik.... Tunggu mbak pulang ya.... Aku tetap bersyukur karena masih diberi kepercayaan di sini, meski tak sepenuhnya mengena di hati. Ya Rabb.... semoga ini adalah yang terbaik untuk semua. Aku jalani hari ini dengan senyum, hingga mataku terpejam nanti....


7 September 2011

Salam, kawan :)

Menulis buku harian, sebenarnya sudah menjadi acara rutin yang selalu tidak konsisten saya lakukan. Buku harian digital di rumah, lebih banyak bolongnya daripada isinya. Bagaimana dengan buku harian (tidak biasa) yang baru akan saya mulai di WR ini? Hehe, mari berharap tidak sama bolongnya dengan buku harian yang sudah-sudah. Semuanya harus dimulai di suatu waktu bukan? Mungkin inilah saatnya saya mulai untuk konsisten menulis sesuatu setiap hari. Tantangan yang menyenangkan ^^

Buku-buku harian yang saya miliki di SMP berwarna hijau, sehijau tunas muda yang baru tumbuh dan bersemangat menyambut matahari. Kemudian berubah warna menjadi kuning. Tidak seperti lampu lalu lintas yang berarti 'perlambat laju kendaraan Anda', kuning pada buku harian itu menandakan seorang gadis kecil yang tergesa-gesa. Iri melihat teman-temannya yang berubah, dan tidak sabar mendewasa seperti mereka. Lalu buku harian itu berubah biru ketika masa SMA, terlalu banyak air yang diserapnya. Sungai yang berhulu dari mata si pemilik. Terkadang juga berubah abu-abu seperti mendung yang penuh keraguan. Hingga masa kuliah, saya putuskan tidak lagi menulis buku harian, hehehe... Kira-kira, buku harian yang tidak biasa ini akan berwarna apa ya?

Saya merasa buku harian luar biasa ini (tidak biasa berarti luar biasa, kan? ^^) tidak akan menjadi seperti buku-buku harian di masa lalu saya. Mari kita anggap buku harian ini sebagai laporan kehidupan (life report) saya. Saya harap bisa berbagi banyak tentang apa yang saya temui di kehidupan saya sehari-hari bersama kalian.

Ngomong-ngomong tentang laporan, saya jadi teringat sebuah cerita lucu ketika saya duduk di bangku SMA. Bersama ketiga teman saya (I introduce you: I'in, Ilham, dan Luki), kami membuat perjanjian. Bahwa setiap kali kami melakukan dosa kecil, kami harus mencatatnya. Di akhir hari, dosa-dosa kecil kami dihitung. Tiap satu dosa kecil, dihukum 3 kali istighfar. Dan setiap kali istighfar dihitung Rp. 100,-
Saya pernah melakukan 20 dosa kecil dalam sehari, yang berarti 60 kali istighfar (kalau dosanya adalah berbohong pada orang lain, maka hukumannya adalah mengakui kebohongan tersebut) dan beramal Rp. 2000,- di kotak amal Masjid depan sekolah kami. Konyol? Memang... tapi kami baru sadar bahwa pepatah "sedikit-sedikit lama menjadi bukit" itu adalah benar adanya. Bayangkan jika sehari kita melakukan minimal 20 dosa... kira-kira satu tahun dosa kita ada berapa ya? Itu belum dosa-dosa yang tidak kita perhitungkan yang tidak sengaja misalnya). Hmmm... hikmahnya adalah, jangan pernah remehkan dosa kecil. Kalau dosa kecil saja tidak bisa diremehkan, bagaimana dengan dosa besar? hehehe... Kegiatan konyol yang hanya dilakukan anak-anak kreatif yang kurang kerjaan itu membuat kami semakin displin, dan semakin hati-hati dalam berbuat dosa, sekecil apapun.

Kawan, begitu dulu ya laporan hari ini ^^ saya ngantuk, dan besok sudah mulai masuk kerja (ah, kenapa liburan selalu terasa cepat ya?). Sampai besok di buku harian luar biasa saya selanjutnya :)

End of report - Silananda
7 September 2011, Malang


8 September 2011

Salam, Kawan :)

Hari ini mulai masuk kerja lagi. Anyway… kerjaan saya juga ada hubungannya sama nulis. Bedanya, kalau di kerjaan saya nulis naskah buat buku anak-anak. Sementara kalo di luar saya nulis fiksi, nulisin diary luar biasa ini, nulis sms, nulis status, nulis hal-hal yang gak penting kalau otak saya lagi buntu, hehe… Oh iya ya, sebenernya kata ‘menulis’ sudah nggak tepat lagi, lebih tepatnya mengetik.

Saya jadi inget pertama kali saya menulis cerita. Benar-benar menulis, yang pake bolpen, sama pensil, sama kertas yang bisa ditulisin. Waktu itu saya masih SD. Saya menulis ceritanya di sebuah notes kecil yang biasa digunakan sebagai buku Pramuka. Sampai 3 buku karena ceritanya panjang banget nget nget, hehehe…. Saya masih inget lho ceritanya. Tentang putri yang dipaksa pergi dari kerajaannya karena perang. Sang putri yang awalnya merasa sebagai anak tunggal ternyata memiliki 12 orang kakak. Dia harus menemui kakak-kakaknya yang tersebar di seluruh wilayah kerajaan, dan bahkan ada yang sudah memiliki kerajaan sendiri untuk menyelamatkan dirinya. Ceritanya menjadi menarik ketika putri yang biasanya dimanja dan terbiasa menjadi anak tunggal harus melakukan perjalanan menemukan kakak-kakaknya sendirian. Hehe, so fairy tale ya ceritanya ;p maklum imajinasi anak SD :p. Tapi sayangnya buku-buku itu ilang, gak jelas rimbanya dimana :(

Oh iya, ngomong-ngomong tentang pertama kali. Pertama kali saya berani memperlihatkan karya saya ke orang lain ya waktu saya gabung ke WR. Aneh ya? Nulisnya udah mulai dari SD tapi baru dilihatin ke orang waktu udah lulus kuliah. Apa yang menahan saya selama itu? Jawabannya KETAKUTAN. Saya memang terlalu pengecut selama itu. Saya bahkan selalu deg-degan dan ketakutan sementara menunggu koresksian cerpen pertama saya datang (PP pasti nggak tahu nih, hehehe). Iya, saya takut cerita saya jelek, saya takut cerita saya akan ditertawakan, saya takut mimpi saya akan berakhir kalau ada orang yang bilang saya gak bisa nulis. Saya takut tidak bisa mempertahankan mimpi saya kalau tidak ada orang yang menghargainya. Dan hasilnya memang benar, cerpen pertama yang saya konsultasikan ke Pak Pung Joni berhasil terbantai dengan sukses! Saya melihat banyak darah di lembaran putih cerpen saya. Banyak kesalahan, fatal bahkan.

Lalu apa yang terjadi? Saya pikir saya akan menangis, menyesal sudah mengirimkan cerpen karena kenyataannya cerpen saya gak bagus. Saya pikir saya akan menutup laptop saya dengan keras, dan tidak akan menulis lagi. Cerpen saya terbantai, jelek, saya tidak berbakat, selesai! Tapi ternyata nggak seperti itu. Anehnya, saya merasa senang. Ada yang mau mengoreksi cerpen saya, membetulkannya, memberikan saya saran. Saya katakan pada diri saya sendiri… “Sila, ini belum kiamat!” Yah… cerpen saya memang jelek, masih banyak salahnya, saya mungkin memang tidak berbakat…
LALU KENAPA?
Bukan berarti saya nggak bisa belajar kan? Bukan berarti cerpen saya tidak bisa diperbaiki kan? Bukan berarti saya tidak bisa jadi penulis kan? Jadi bukannya berhenti menulis, saya malah seperti dapat tambahan energi untuk membuktikan kalau saya bisa! Kalau lama-kelamaan warna merah di lembaran putih cerpen saya itu akan berkurang, dan suatu saat akan hilang! Mungkin butuh waktu yang tidak sebentar, tapi saya tidak akan berhenti. Kenapa juga saya ingin berhenti, bukannya ini mimpi saya? Kalau saya berhenti, siapa lagi yang mau mewujudkan mimpi itu? Orang-orang lain kan tidak bisa diganggu, mereka juga sedang sibuk jatuh bangun mengejar mimpinya.

Balik ke persoalan menulis tadi,saya belum tahu apa saya akan tetap menulis hingga saya tua nanti. Tapi saya berdoa, semoga saya lahir dengan kutukan tidak bisa jauh-jauh dari bidang kepenulisan. Saya senang kalau dikutuk begitu sama Tuhan. Bahkan kalau mungkin di usia senja nanti, saya hanya menjadi perempuan tua yang menunggu perpustakaan atau toko buku pribadinya. Atau mungkin nenek-nenek yang gemar nulis-nulis surat pembaca di koran, saya masih bersyukur :) Selama saya masih bisa menulis. Menulis diary untuk anak-anak saya (kalau mereka mau baca sih :p), menulis cerita untuk cucu-cucu saya, menulis surat-surat cinta untuk para sahabat saya. Selama saya masih bisa menulis dan bermanfaat bagi orang-orang yang saya sayangi, saya pasti akan tetap bersyukur :)

Satu hal yang saya sadari tentang menulis, setelah saya bergabung dengan kampung penuh cinta Writing Revolution ini. Bahwa menulis itu sama seperti menyalakan kembang api. Menulis bukan untuk disimpan di lemari demi memuaskan ego kita sendiri. Akan lebih indah dan bermanfaat jika kita membagi dan menikmatinya dengan banyak orang. Menulis juga sama adiktif-nya seperti menyalakan kembang api. Ketika kita berhasil menyalakan satu, kita menjadi tidak sabar untuk menyalakan kembang api-kembang api yang lain. So guys, keep on writing :) atau kalau kamu tidak suka menulis, keep chasing your dream, no matter what… jangan takut, jangan menyerah :)

Baiklah, sepertinya tulisan saya udah kelewat panjang ya? (nengok atas, hehe.. :p) Di akhir B2HB kali ini saya ingin mengutip kalimat menarik yang baru saya baca (lagi) hari ini…

“Tuhan, saya tahu Engkau tidak akan memberikan keajaiban pada hamba-Mu yang lemah. Karena itu… saya tidak akan menyerah!”  -M. Arief Budiman-

Sampai ketemu lagi besok ya, Kawan :D

End of report – Silananda
8 September 2011, di tempat kerja saya, Malang


9 September 2011

Salam, Kawan :)

Hari ini saya habiskan bersama sahabat saya, Nisa. Mumpung libur, juga mumpung dia belum balik ke Jogja untuk melanjutkan kuliahnya, hehe. Hmmm… apa yang kami lakukan kalau ketemu? Banyak… kadang baca buku di perpus, makan, tapi kebanyakan sih bicara. Bicara, bicara, dan bicara. Tentang kuliahnya, tentang kerjaan saya, tentang temen kuliahnya, tentang temen kerja saya, tentang menulis, tulisan-tulisan non fiksinya, cerpen saya, atau tentang masa lalu dan masa depan. Tapi,  kebanyakan yang kami omongin sih tentang hidup. Hidup dan manusia.

Tapi hari ini berbeda. Saya datang ke rumahnya, makan, setelah itu kami tidak membicarakan apa-apa. Diam. Cuma tiduran saja di kamarnya. Sama-sama melihat tembok dan asbes yang putih. Iya, beneran cuma diam, hehe… setelah itu, gak lama kemudian saya ketiduran. Dia juga. Sampe sore tadi, abis itu saya sholat ashar dan pulang.

Anehnya, beberapa jam tanpa bicara (tanpa ngomongin hal-hal aneh yang sering kita diskusikan itu) sudah sangat berarti bagi saya. Beberapa jam di sebelah sahabat saya (yang biasanya hanya bisa saya ajak bicara lewat telpon dan sms karena dia di Jogja dan saya di Malang) itu bener-bener meaningful. Saya jadi paham tentang satu hal. Persahabatan itu urusan hati. Itulah kenapa sahabat kita tahu apa yang kita rasakan tanpa menanyakan “ada apa” atau “kamu nggak papa?”. Itulah kenapa sahabat kita akan bilang “jangan bohong!” ketika kita menyembunyikan sesuatu darinya. Itulah kenapa dia langsung bisa menebak laki-laki yang kita sukai, bahkan kalau kita menyebutkan nama laki-laki itu di antara nama-nama yang lain. Itulah kenapa kadang kita merasa aman dan tenang hanya dengan satu sentuhannya saja. Itulah kenapa… berjam-jam dalam keheningan di sebelah sahabat saya rasanya sama seperti berjam-jam berdiskusi hebat dengannya. Sama-sama menyenangkan, sama-sama menenangkan, sama-sama berharga :)

Ngomongin persahabatan kayaknya bakal gak ada habisnya, jadi untuk cerita tentang saya dan sahabat saya disambung kapan-kapan ya, hehe. Hari Rabu kemarin, saya juga menghabiskan hari saya dengannya. Saya ingat, waktu itu seharian saya bad mood. Pokoknya dari pagi rasanya semua hal yang saya temui salah. Mulai dari deterjen yang abis, air sumur yang kering, ledeng mampet, gak ada makanan buat bekal, kucing saya bikin lantai yang baru saya pel kotor lagi, padahal harus cepet-cepet berangkat. Pokoknya semuanya bikin esmosi dah.

Nah, di akhir hari… tiba-tiba saja Nisa bilang “Sore ini langitnya cerah ya?”. Spontan saya mendongak ke langit dan menemukan semburat oranye di atas kanvas biru-putih paling indah yang pernah saya temui. “Iya, langitnya bagus…” jawab saya sambil melongo, terpesona. Setelah itu saya jadi mikir. Iya ya… saya jarang sekali memperhatikan langit. Jarang sekali memperhatikan hal-hal kecil yang indahnya subhanallah seperti ini.

Terus saya mikir lagi. Apa sih yang membuat manusia sedih dan sengsara terus? Atau pertanyaannya saya ganti deh… apa sih sebenarnya yang membuat manusia bahagia? Bukan karena semua kebutuhannya terpenuhi, bukan karena apa yang diinginkannya selalu didapatkan, bukan karena kekayaan, barang-barang mewah, kerjaan yang bergengsi, atau hal-hal lainnya. Saya percaya, manusia akan selalu bahagia jika mereka mau merenungi setiap hal-hal kecil yang sudah dikaruniakan Tuhan pada mereka. Jika mereka mau selalu bersyukur atas hal-hal kecil itu.

Perasaan saya yang nggak karuan sejak pagi itu langsung hilang ketika melihat langit dengan keindahan yang mempesona sore itu. Ah, saya masih kurang bersyukur ternyata. Saya lebih fokus pada hal-hal yang tidak berjalan dengan baik. Coba kalau saya perhatikan kenikmatan yang sudah saya dapatkan sejak pagi. Semangkuk sayur dengan ketupat, teh manis yang masih mengepul hangat, ayah yang baik hati mau mengantarkan saya ke perpustakaan, bertemu dengan sahabat saya yang paling baik sedunia, cuaca yang bagus, dan langit sore yang sempurna. Hmmm… kalau dipikir-pikir lagi, saya nggak pantas mengeluh ya? :p

Kawan, segitu dulu BBHB saya kali ini yaaa… kalau hari ini kalian sedang sedih atau bad mood, coba ingat-ingat dan teliti lagi, mungkin ada nikmat Tuhan yang lupa kau syukuri hari ini. Sampai besok yaa ^^

End of report – Silananda


Singapura, 9 September 2011

Ini adalah hari pertamaku melakukan tugas yang di percayakan oleh guruku dalam sekolah On Line Writing Refolution, untuk mengelola blog sekolah yang di buat khusus untuk menampung tulisan teman-teman tentang kejadian yang di alami atau aktifitas yang di lakukan pada hari yang bersangkutan. Di sini semua warga yang mengikuti kelas On Line di Writing Revolution bebas menuliskan apapun yang di alaminya.
Selain aku ada dua sahabat sekaligus siswa yang di tugaskan untuk bekerjasama, yaitu Om dompet dan Rahmah. Sebagai suatu kehormatan bagi aku pribadi di percaya untuk melaksanakan tugas ini semoga kedepan tetap semangat dan bisa bekerja sama dengan kompak satu team dengan yang lain.

Hari pertama melakukan tugas sebelumnya saya membayangkan akan banyak naskah atau tulisan buku harian teman-teman yang harus aku posting atau pindahkan dari perpustakaan aula (Doc) ke Blog, tetapi ternyata tidak. Sampai dengan aku menuliskan ini baru 2 (dua) tulisan teman-teman yang aku pindahkan atau aku posting karena dari tulisan yang masuk yang lain bukan merupakan aktifitas harian dari teman-teman yang menuliskanya, ada diantaranya adalah info tentang lomba ataupun yang lain yang menurutku lebih pantas menjadi artikle. 

Yach...aku akan menunggu sampai jam 12 malam kalau tidak ada catatan harian yang masuk berarti akan saya tutup. Ngantuk juga . Sudah ya Dyary besuk aku akan cerita lagi.


Colomadu, Karanganyar, Jumat, 9 September 2011

Tiga hari menjelang PPL di SD, Bu Kepala Sekolah meminta kelompokku untuk menuliskan jadual pelajaran kelas satu sampai kelas enam. Pukul delapan pagi, empat dari lima orang anggota kelompok kami sudah bersiap berangkat dan berkumpul di depan kantor kampus PGSD. Eh, malah dapat pesan singkat,"Maaf, kalian berangkat duluan aja ya. Aku nanti nyusul." Dari ketua Kelompok kami.

Aku balas, "Emang kamu masih ada acara apa? Kita tunggu aja dech, biar bisa berlima ke SD. Kamu nggak lama, kan?"

****
Pukul sembilan kami tiba di SD tempat kami akan PPL. Busyettt..., sempit banget kantor gurunya sampai harus berbaris satu-satu untuk memasuki ruang guru. Kerja pun dimulai. Kami menghapus whiteboard dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam bensin. Setelah selesai menghapus, kami bergantian menulis jadual terbaru versi tahun ajaran 2011-2012.

Tanpa kami sadari, satu per-satu murid SD keluar mendekati kami. Akhirnya perbincangan santai pun dimulai.
"Eh, Mbak! Kok jadual kelas satu sampai tiga tematik semua? MAksudnya apa?" tNya salah satu murid.
"Ada dech, pokoknya kejutan nanti." jawabku.

Selesai dengan pekerjaan kami, sang ketua kelompok mengajak foto-foto dengan murid-murid yang sedang beristirahat di halaman. Mereka antusias sekali.
"Mas-Mas, nanti masuk TV ya?" ujar seorang murid.
"Hehe...bener banget, nanti masuk TV. Makanya ayo ikut foto sama kita kita.Nanti lihat di TA TV ya!" jawab sang ketua kelompok

Huh dasar Calon Guru kok malah ngajarin bohong! Gerutuku dalam hati.


Medan, 9 September 2011

Kau dulu yang menyeretku hingga ke dalam kubangan cinta. Kau dulu yang berjanji akan menikahiku setelah aku tamat sekolah. Saat perasaan itu semakin membuncah, kau campakkan aku tanpa rasa bersalah. Dengan mudahnya kau bilang tak memiliki perasaan apa-apa lagi padaku. Sungguh ironis dirimu. Betapa malunya aku terhadap ibuku karena aku sering menceritakan tentang dirimu pada ibuku.

          Demi kau, aku jual perhiasaan emasku agar aku dapat menemuimu di luar kota kelahiranku. Itulah aku. Bila aku telah percaya dengan orang lain dan menyayanginya, aku akan membantu orang tersebut semampuku. Aku begitu kuper, culun, dan benar-benar telah hilang logika ketika menyukaimu. Bisa jadi ini adalah cinta buta atau cinta monyetku. Karena usiaku sangatlah muda, masih remaja. Aku tidak suka yang namanya pacaran, itulah aku.

         Jika kuingat hal ini lagi atau aku menemukan kisah seseorang yang sama denganku atau jika ada yang curhat denganku maka aku akan menasehati mereka agar tidak berada pada jalan yang salah seperti aku dulu. Bahkan jika ada film yang mirip denganku, aku selalu menangis. Betapa culunnya aku dulu. Rasa sakit dulu kadang masih kurasakan. Karena kau tinggalkan aku dengan sikap burukmu padaku yang buatku trauma hingga sekarang.

           Mengapa setelah belasan tahun berlalu, kini kau kembali muncul. Tolong menjauhlah dariku jika kau hanya ingin menyakitiku. Aku sudah tenang dengan kehidupan sekarang ini. Aku, bukanlah aku yang dulu. Aku sekarang seorang wanita yang tidak mudah lagi engkau sepelekan. Aku sekarang dengan beranekaragam prestasi. Aku sekarang seorang wanita yang telah dewasa dengan banyak pengalaman hidup. Aku sekarang sudah menjadi seorang penulis. Aku sekarang adalah calon seorang dosen. Aku sekarang seorang penceramah di kajian keputrian. Aku tahu dahulu adalah perbuatan dosa yang kulakukan hingga aku bermandikan rasa cinta yang seharusnya tidak aku lakukan karena cintaku hanyalah untuk dia yang akanmenjadi halal bagiku.

         Aku sekarang juga berbeda dengan aku yang dulu. Karena aku sekarang adalah seorang muslimah yang tidak mudah saja engkau kotori dengan sikap burukmu itu. Jika kau sekarang datang menemuiku hanya untuk menyakitiku lagi, itu adalah perbuatan sia-sia. Walaupun aku kembali terkenang dengan masa laluku yang buruk, tapi itu semua kuanggap adalah nikmat dari Allah yang menjadikan episode kehidupanku penuh warna. Sehingga aku dapat memahami setiap jiwa manusia dengan insting yang aku miliki.

         Biarlah penderitaanku dulu, aku simpan untuk aku sendiri menjadi memori yang menjadikanku terus lebih baik dari sebelumnya. Hingga kehidupanku menjadi penuh arti, bermakna dan dekat dengan Sang Pencipta. Aku sudah memaafkanmu dari dulu karena aku ingin menjadi orang yang bertakwa. Aku tetap menjalin silaturahim denganmu, walaupun dulu kau sempat memutuskannya. Aku tetap bertahan dengan hatiku yang lembut namun aku memiliki ketegasan dalam setiap sikap. Aku ingin menjadi wanita tangguh. Inilah aku sekarang. Kau akan lihat sendiri bagaimana sikap aku sekarang. Pujian dan rayuanmu tak begitu berarti lagi bagiku. Walaupun engkau tampan, cerdas dan berkulit putih, aku tak mudah kau perdaya lagi. Aku tetap akan menjadi temanmu sampai kapan pun tapi jika untuk menjadi sahabat dekat, maafkan aku karena aku hanya ingin berteman pada mereka yang memiliki iman dan akhlak yang baik. Itulah prinsipku berteman.

~Evi A.~
Selesai : 14.00 - 14.25 WIB


Hari Jum’at, 09 september 2011, tepatnya pukul 21:00 waktu hape saya,  saat saya hendak bersiap-siap untuk beristirahat datang sms dari nomor yang tak saya kenali. Intinya menanyakan apakah ada komunitas penulis di Lampung. Karena pertanyaannya sopan, saya segera membalas sms beliau dan menanyakan siapakah pengirim sms tersebut. Ya, ternyata beliau adalah Sandy Prayoga, salah satu anggota komunitas blogger lampung-seriut.com. Karena beberapa komunitas penulis di lampung saya sendiri yang diamanahkan untuk mengetuainya, maka, saya jawab iya, banyak komunitas penulis di lampung dan saya sebagai salah satu pengurusnya.

Saya fikir, Sandy tertarik untuk bergabung di dunia literasi di lampung, eh ternyata beliau sedang terlibat dalam kepanitiaan workshop yang akan diadakan esok harinya. Jadi, karena mendesak, maka saya maklum, jika kemudian Sandy mengirim undangan workshop untuk komunitas saya via email. Pukul 23:30 tepat, email dari Sandy sudah sampai dengan selamat di imel saya. Segera saya buka, dan baca rundown acaranya. Menarik! Dan saya setuju untuk menghadiri undangan tersebut. Sayang, karena sudah sangat penat, maka saya mengkonfirmasi kehadiran 2 jam sebelum acara dimulai. Jam 8 tepat, saya segera mengirim sms ke Sandy untuk mengkonfirmasi kehadiran saya mewakili LRS Chapter Lampung dan mbak Fadila Hanum yang mewakili FLP Lampung.


Tangisku karena Bunga Tebu
Memo, 9 September 2011

Saat bunga merah kuning melintas
saat getar sukma membekas
waktu berjalan seiring dengan kehidupan
 seiring keceriaan dan senyum menggelora
diriku menatap penuh harap
mungkinkah bunga merah kuning itu kulindungi

tatapan lembut keceriaan berlalu
disaksikan mekarnya bunga tebu
dipertegas merahnya buah cokelat tua
diperharum wanginya daun daun tembakau
diperindah hangatnya pelayanan pengobatan
menghapus dinginnya angin kegalauan
kebebasan bunga merah kuningku
menghisap udara dinamika kehidupan nyata
seakan tak hendak kupelihara
getar nada – nada keceriaan bunga ku
menghisap udara kebebasan dalam kekangan
keterbatasan yang ku miliki
ternyata tak mampu memberi perlindungan
ternyata tak kuasa memberi kehangatan
ternyata tak layak memberi kebahagiaan
kenangan dalam kenangan berjalan tak terlupakan
terhempas pada dinding keterbatasan
biarlah bunga ku lepas bebas
mengarungi pahit manisnya kebebasan
namun ku tetap berhasrat tuk melindungi
dari terpaan badai dan ancaman kekalutan
getar nada kemesraan yang kau rengkuh
tetap akan ada dalam relung hati pengagummu
bunga ku
teruskanlah berkembang tanpa layu
temukan pelindung abadi yang engkau pilih
satu keinginanku
biarlah kenangan manis kebersamaan kita
tidak sekedar tercampak tanpa bekas
bunga ku, mekarlah dan mekarlah selalu

19 Tahun silam, aku minta 1 hektar bunga tebu di petikkan oleh Ayah dan kini masih menjadi sekat buku walau Ayah telah tiada


8 September 2011
Diamku berhadiah pulsa

Hari ini aku sedang di atas normal alias bad mood. Entahlah, pada waktu tertentu seringkali hadir perasaan tak menentu tanpa sebab dan alasan yang jelas.
Dan kalau sudah begitu kebiasaanku hanya satu: Diam.
Kalau sudah diam, berarti tak bicara sama sekali. Jangankan ngobrol di telepon, sms pun tak kubalas. Hal ini seringkali menyebabkan salah paham dan bingung orang-orang di sekitarku. Tapi untuk yang sudah hafal kebiasaanku, mereka pasti maklum.
Seharian HP-ku Off. Baru berselera membukanya sekitar jam 10 malam. Sudah bisa kuduga, begitu kubuka banyak sms masuk.
Dan… Tuing-tuing! Ada transferan pulsa dari 3 nomor berbeda. Rupanya ada yang menghubungiku dan menyangka HPku off karena tak ada pulsa.
Alhamdulillah…
Alangkah indahnya jika setiap off HP dapat kiriman pulsa. Menurut pribahasa: Diam itu emas! Tapi ternyata Diamku berhadiah pulsa. ^^




Parungpanjang, 8 September 2011

Ini adalah hari ke enam pasca aku terjatuh sehingga kakiku keseleo dan bengkak. Punya kaki yang cidera itu sama sekali gak enak. Kemana-mana susah. Ditambah lagi kaki kanan yang mengalami cidera. Padahal, untuk melakukan pijakan dan tumpuan adalah fungsi dari kaki kanan. Hari pertama kaki menjadi bengkak, aku sama sekali tak bisa menggunakan kaki kananku untuk menapak. Terpaksa, jalan pun aku harus melompat dengan satu kaki. Jika sudah merasa kesulitan, aku meminta bantuan Adik untk menopang dan membantuku jalan. Saat mandi yang biasanya adalah kegiatan favoritku, berubah seperti menjadi bencana. Aku tidak bisa berdiri tegak diatas kedua kakiku! Melepas dan mengenakan celana kembali saja susah. Ditambah, aku kesulitan untuk sekedar berjongkok. Bahkan, aku harus membawa bangku untuk membantu rutinitasku di kamar mandi. Aku kesal sekali!

Rasa kesalku berubah menjadi frustasi ketika aku kesulitan untuk duduk diantara dua sujud dalam sholatku. Sakit dan sulit sekali untuk menekuk kaki kananku. Maka, di rakaat pertama sholat zuhur dengan penuh marah ku buka mukena dan ku campakkan ia begitu saja. Aku marah!
Dalam amarahku, air mataku mulai bercucuran. Di kamar nenek, aku mulai menangis sambil menutup wajahku dengan bantal. Aku kesal, marah, kesakitan! Di luar sana sepupu-sepupuku yang masih kecil berlarian dengan riang. Ah...makin iri saja aku ini!

Namun dalam tangisku, aku kembali mengenang sesosok nenek yang ku lihat saat aku sholat Isya di masjid. Nenek itu terlihat normal, keriput, tua dan punya aroma khas seperti lazimnya seorang nenek. Mataku mulai tertarik memperhatikannya ketika ia menarik sebuah bangku kayu kecil untuk duduk saat berzikir. Ah, ada apa dengan nenek itu pikirku? Sesampainya di rumah, aku mencari Bulik dan bertanya tentang nenek itu. "Dia luka punggungnya karena terjatuh. Sudah operasi berjuta-juta namun hasilnya tetap saja begitu, tidak membaik. Maka, nenek itu pun selalu membawa bangku setiap sholat.

Ah, rasanya aku malu sekali terhadap nenek itu karena sudah berlaku cengeng. Usiaku masih sangat muda namun aku terlalu cengen hanya karena kaki kananku bengkak. Sama sekali tak sebanding dengan beliau yang renta namun masih berusaha untuk menunaikan kewajibannya.

Belum selesai rasa malu di hati dan pikiranku hilang, Nenekku kedatangan tamu. Bukan tamu biasa karena awalnya, ku anggap tamu itu pengemis. Pakaiannya yang kumal, matanya yang tak normal, cara jalannya yang diseret dengan tangan menekuk ke depan. Nenekku menyambutnya hangat sementara aku terdiam di tempat dudukku. Ya Allah, ternyata masih ada dan banyak yang jauh lebih menderita dari aku...

Dari cidera kaki ini aku banyak belajar. Bahwa kesehatan dan kesatuan tubuh sangatlah penting. Namun lebih penting lagi adalah tidak menggunakan kecacatatan tubuh itu sebagai alasan demi tak melakukan apapun. Kini aku telah belajar, bahwa meski saat ini aku tengah cidera tetapi aku tak boleh cengeng dan tetap bersyukur. :)


Kamis, 8 September 2011
Lelahku tak tertahankan 

Saat ini, aku belum bisa menulis apa-apa. Aku hanya mau bilang, hari ini aku lelah. Karena seharian melakukan aktivitas. Saru hari, tidurku hanya dua jam. Aku hanya bisa cek status di fb. Tak lupa mengunjungi group WR yang memberiku jutaan inspirasi. Walau hanya 15 menit bercengkrama dengan monitor komputer, aku udah cukup senang. Wassalam.