Dear Diary,
Hari-hari yang begitu berat...
Kulalui dengan sekarung semangat dan senyum selalu
Bagiku, cobaan hanya sebatas ujian untuk penguatan jiwa
Masalah hanyalah bumbu untuk tetap tegar...
Aku kuat dan akan terus kuat seperti batang El
Akan selalu berdiri kokoh walau angin ujian terus mendera
Kesalahan-kesalahan yang terjadi ditutup dengan permintaan maaf dan merubah diri
Semoga ini tak akan terulang
Maaf pertanda berjiwa besar^^
Semangat dan terus semangat ^^
Di Kamar Kecilku, Palangkaraya, 5 Oktober 2011 at 18.06
0
Coment
Posted in
Label:
Qorry Aina
Sabtu, 1 Oktober 2011
Bangun jam 03.00 sudah menjadi rutinitasku sehari-hari. Malas mulai menghinggapi tubuhku. Di dapur sudah banyak teman yang masak. Tapi, aku gak suka kalau masak bersama mereka. Aku lebih suka masak sendiri di suasana sepi. Takut ketahuan kalau gak bias masak. Hehe…
Sony-ku berdering.
“Bisa berangkat jam 10.00?”
Begitulah pesan singkat yang kuterima dari Pakde. Aku lupa kalau hari ini aku pulang ke rumah bersama beliau. Aku pun kelabakan membalas pesan itu karena kartuku dalam masa tenggang. Aku lupa belum isi pulsa. Akhirnya teman sekamarku yang kujadikan sasaran untuk mengisi pulsaku. Setelah masuk, barulah kubalas pesan beliau.
Kosku selalu sepi saat liburan karena teman-teman menghabiskan waktunya untuk istirahat alias tidur. Dan selalu ramai saat hari aktif kuliah. Saat itulah kami sering berebut masuk kamar mandi.
“Mbak, aku ke kampus ya. Ada syura, nih.”
Begitulah ijin yang sering dilontarkan oleh makhluk bernama Ida. Ya, dia teman sekamarku yang tinggal di luar pulau. Kesibukan sehari-harinya selalu bingung memilih baju yang akan dikenakannya.
Arloji sudah menunjukkan angka 09.30. Ida pun berangkat ke kampus, sedangkan aku bersiap-siap untuk meluncur ke rumah Pakde. Ketika di perjalanan menuju rumah beliau, Sony-ku bergetar.
“Assalamu’alaikum. Qori’, kamu di mana?”
“Wa’alaikum salam wa rahmatullah. Aku masih di perjalanan, Pakde.”
Setelah itu telpon langsung kututup. Sesampainya di depan rumahnya, ternyata ada seorang Bapak dan Ibu. Aku pun menyalami mereka. Kemudian permisi masuk ke rumah Pakde.
“Di luar itu siapa, Pakde?”
“Dia adikku.”
Hatiku ketawa kecut mendengarnya. Selama ini aku tak pernah tahu siapa saja keluarga dari Bapakku. Pakde Duki itu sepupu Bapak. Aku baru tahu itu lebaran lalu. Aku juga baru tahu kalau rumahnya dekat dengan kosku. Aku tinggal di gang IAIN, sedangkan Pakde ada di gang Lebar. Adiknya yang ada di halaman rumahnya bernama Pakde Umar, sedangkan perempuan yang bersamanya adalah istrinya.
Kami berangkat sekitar jam 10.00 dengan Honda Jazz biru muda. Meskipun jalan yang kami lewati bernama gang Lebar, tetapi jalannya tak selebar namanya. Jalan itu hanya cukup untuk dilewati satu setengah mobil. Jadi, kalau ada 2 mobil yang lewat, otomatis salah satunya harus mengalah berhenti sejenak dan mepet ke pagar rumah. Yah, begitulah resiko tinggal di kawasan padat penduduk.
Kami pun bisa bernapas lega saat mobil berhasil keluar dari gang. Jemursari pun terlewati. Kawasan Menur ikut terlintas. Akhirnya, Jazz pun memasuki kawasan kenjeran yang mengarah ke jembatan Suramadu. Untuk ketiga kalinya aku melintasi Suramadu dengan kendaraan yang berberda. Pertama kali kulintasi jembatan itu bersama dengan Kak Fatur, sepupuku dengan MegaPro-nya. Kedua, melintas saat konser paduan suara bersama teman-teman Paduan Suara IAIN menggunakan bus pariwisata. Nah, sekarang kulewati jembatan itu dengan Jazz. Kira-kira kapan ya giliranku bisa melewati Suramadu menggunakan truk? Dalam mimpi kali yee…
Akhirnya kita keluar tol Suramadu. Aku menduga kalau kita langsung pulang. Ternyata dugaanku salah. Pakde memutar setirnya ke arah kiri. Itu artinya kita tidak langsung pulang, karena jalan menuju rumah adalah belok kanan. Mobil merangkak pelan. Jazz pun berhenti saat memasuki area parkir Dapur Pottre Koneng, berjarak sekitar 500 meter dari jalan akses Suramadu.
Setelah menemukan tempat yang nyaman untuk bersantai, barulah kita memesan makanan. De Duki pesan ayam goreng dan kopi. De Umar pesan bebek panggang dan the hangat. Istri De Umar pesan gurami bakar dan the hangat. Dan aku pesan udang goreng serta es teh.
Sembari menunggu pesanan, kami pun bercerita tentang keluarga kita. Tak lama kemudian, pesanan pun tiba di meja yang kami singgahi. Hmm, bau masakannya membuatku ingin segera melahapnya. Eits, tunggu dulu. Cuci tangan sebelum makan.
Aku tak begitu memperhatikan masakan yang lain. Aku fokus dengan udang goreng yang ada di depanku. Suapan pertama begitu nikmat. Suara kriuk udangnya membuatku semakin lahap menyantap. Tak sengaja kulirik Bude yang duduk di sampingku.
“Ugh…ugh…ehmmm…”
Makananku seakan berhenti mendadak saat kulihat gurami yang tersaji. Aku pun langsung meminum es yang ada di hadapanku. Ukuran gurami raksasa membuat mataku melotot. Daging tebalnya membuat lapar setiap orang yang melihatnya. Gurami itu nangkring di atas piring berdiameter 25 cm. Bude gak sanggup menghabiskan gurami itu seorang diri. Akhirnya kutawari bantuan untuk menghabiskannya. Hmm, maknyuuuusss…
Setelah melaksanakan hak perut, barulah kita pulang dengan napas lega. Sepanjang perjalanan, sesekali kulirik arlojiku. Aku ingin segera sampai rumah karena ingin sekali bertemu dengan adikku. Dia kerja di Lion Air bertempat di bandara Semarang. Sore ini dia akan balik untuk kerja lagi. Jantungku berdegup kencang.
Akhirnya Jazz pun berada di depan rumah. Ketika menginjakkan kaki di halaman rumah, ibu bilang kalau Dik Kiki sudah berangkat sejak pukul 13.00. Tanpa pikir panjang akhirnya kuhubungi nomornya. Ternyata dia mampir ke rumah Nenek di Kamal. Akhirnya paket yang dititipkan ibu buatku, menginap di rumah Nenek. Barang itu baru kuambil saat ada waktu ke sana. Aku masih kangen Dik Kiki. Love u bro… ^_^
1 Coment
Posted in
Label:
Tri Lego
Apa yang telah kita persiapakan untuk malam pertama? jika saatnya tiba malam pertama itu pasti akan datang. Sepenggal kisah dalam hidupku hari ini, selepas sholat magrib berjamaah di ruang Microsoft sambil menunggu sholat isya saya berbincang-bincang tentang takdir dan pernikahan, dalam sebuah ruangan yang dingin kami berbagi cara pandang akan dua hal ini, bagaimana kita memandang sebuah takdir termasuk kematian dan bagaimana kita memandang jodoh dalam kerangka takdir serta pernikahan dalam kaitannya dengan segala kekurangan yang ada.
Saya bercerita tentang kisah sahabat 'Ali r.a dan beliau menceritakan kisah nyata di sekitar kami. Hingga akhirnya saya mengerti bahwa segala kekurangan itu bukan sebuah hal yang harus menghalangi kita melaksanakan sebuah pernikahan. Dalam kalimat terakhirnya sebelum kita sholat isya, beliau menyampaikan sebuah kalimat "jika rezeki itu dihitung dengan kalkulator, ya gak akan pernah cukup. orang tua kita juga gitu pasti merasa kekurangan", kemudian kami melaksanakan sholat isya lalu tilawah.
Sekitar 30 menit kemudian saya pamit pulang karena udara malam ini agak dingin, kebetulan gak bawa jaket dan harus cari makan malam dulu karena perut mulai terasa perih. Sekitar 45 menit kemudian alhamdulillah sampai juga di kosan, saat itu yang ada di fikiran ini adalah ingin segera makan karena rasanya lambung mulai kembung. Satu sendok pertama alhamdulillah menjadi rezeki malam ini, satu sendok berikutnya alhamdulillah menjadi bukti janji Allah SWT yang tidak akan membiarkan hambanya kelaparan, berlanjut ke rezeki-rezeki berikutnya yang secara teratur masuk kedalam lambung melalui mulut ini.
Setelah selesai semua Alhamdulillah, langsung buka laptop sambil mempersiapkan untuk tidur, masih teringat tentang perbincangan tadi tentang pernikahan, hm pernikahan yang penuh keutamaan amal-amal yang hanya bisa didapatkan oleh orang yang sudah menikah saja, hm... kapan ya malam pertama itu datang? sungguh penuh misteri.
Sambil menunggu laptop start up, tiba-tiba perut ini perih tersentak, perihnya sampai membuat nafas ini sesak dan jasad ini lemas tak mampu lagi duduk. Maag ini kambuh, dan ini adalah yang paling perih yang pernah saya rasakan, untuk menulis sms saja cukup sulit rasanya. Perih..perih sekali, jasad ini semakin lemah dan mulai kesemutan, dan kaki sebelah kanan mulai mati rasa. jika teringat perbincangan itu, sepertinya saat inilah aku harus berpisah dengan dunia yang fana. Mencoba meminta bantuan kepada teman-teman di kosan, akan tetapi sepertinya mereka ada kesibukan masing-masing dan rupanya Allah SWT mengajarkan kepadaku bahwa tak ada seorangpun yang bisa membantumu di saat harus berpisah dari dunia ini.
Mencoba berdiri dan menghampiri mereka untuk membeli obat, tapi waktu sudah lebih dari jam 21:00 WIB semua warung terdekat sudah tutup, sepertinya Allah SWT mengajariku bahwa tidak ada satu obatpun di dunia ini yang bisa menyelamatkanmu dari kematian. Saya putuskan untuk kembali masuk kamar dan menutup pintu, karena suara di luar cukup mengganggu diri ini. Mencoba berjuang melawan semua ini seolah hanya membuat jasad ini semakin lemah, Allah SWT kembali mengajari ku bahwa. AKUlah Yang Maha Kuat dan engkau manusia yang amat sangat lemah.
Kaki kanan telah mati rasa, sedangkan yang lainya masih kesemutan. Secara teori kesemutan berarti aliran darah tidak lancar, dan jika kesemutan seluruh badan bisa jadi detak jantung mulai melemah. Kini diri ini sendirian di kamar, sesak ini membuat mulut ini tak bisa menutup karena harus bernafas lewat mulut, dan mulutlah jalan keluarnya ruh.
Diri ini tak bisa lagi memanggil teman-teman di sana, karena pintu yang ditutup dan suara di luar sana lebih keras dari rintihan ini, hanya lewat sms saja diri ini bisa berkomunikasi, tapi entah mengapa tidak terfikir untuk mengirim sms kepada teman-teman di kosan, hanya seseoranga di ujung sana yang bisa di hubungi, dan kepadanya diri ini meminta sebuah do'a, beberapa kali dia menelepon wajar saja jika seorang teman merasa khawatir jika mendapatkan kabar akan kondisi temannya yang sedang terbaring lemah, tapi diri ini hanya ingin mengucapkan syahadat karena salah satu keutamaan orang yang sebelum meninggal mengucapkan syahadat maka dia akan masuk Syurga. Dua kalimat syahadat tak mampu lagi saya ucapkan dan hanya bisa memyebut nama Allah. Rasa perih di perut tak lagi terasa. Kaki sebelah kiri dan kanan tak lagi mati rasa, tapi tak bisa digerakan,kaku seperti kayu. Tangan sudah mulai mati rasa tak lagi bisa merasakan benda-benda di sekitar dan nafas semakin sesak. Sementara di bagian muka masih bisa saya rasakan kesemutan yang luar biasa yang mengakibatkan pandangan ini kabur, diri ini hanya bisa menangis dan terus menyebut nama Allah. Jika memang ini adalah malam terakhirku di dunia semoga aku masih bisa memujaMU dalam nafas terahirku, aku pasrah Ya Rabb. Diri ini benar-benar pasrah, dan dalam kepasrahan itu ku menemukan sebuah ketenangan dalam hati ini dan ku biarkan bibir ini terus menyebut nama Allah. Hingga mata ini tertutup membuat pandangan menjadi gelap gulita.
Entah apa yang terjadi tiba-tiba di saya terbangun karena hp di samping kanan terasa bergetar, mata ini mulai terbuka, memandang seseorang yang masuk kedalam kamar. Teman kosan yang kebetulan ada perlu di kamar tersebut mendapati diri yang lemah ini. Hingga kemudian dia memberikan minum dan beberapa perawatan lain. Ya Allah Engkau telah menunda malam pertamaku di liang lahat. Engkau bangunkan kembali aku dari lemahku, Alhamdulillah. Atas kesempatan ini yang telah Engkau berikan, Izinkan aku memperberat timbangan amalku Ya Rabb.
Untuk sahabatku, Dida terimakasih atas do'anya. Saat menulis kisah ini kaki sebelah kanan masih terasa kesemutan, tapi inilah kisah yang ingin saya bagikan kepada kalian semua, orang-orang yang telah hadir dalam kehidupan ini. Cukuplah diri ini yang mendapatkan ujian seperti ini, dan kita semua mengambil hikmahnya. Kita siapkan diri ini untuk malam pertama kita yang tak pernah tahu akan akan datang. Dan atas segala salah dak khilaf yang pernah diri ini lakukan, dengan segala kerendahan hati mohon diikhlaskan.
Semoga kita tak hanya di pertemukan di dunia, tapi juga di SyurgaNYa... amin
(Bandar Lampung 21-10-09 00:43 WIB) Fityan Firdaus
#Catatan ini saya copas dari note seorang sahabat, yang kini telah menemui perjalanan 'pulang' ke pada Sang Pencipta. Semoga dengan blogger sekalian membaca catatan ini, serta bisa ikut menjadikan catatan ini sebagai bahan renungan bagi kita, semoga bisa memperberat timbangan amal almarhum dan menjadi amal jariyah almarhum Fityan Firdaus
Alahummagfirlaha warhamha wa'afihi wa'fuanha.
1 Coment
Posted in
Label:
Tri Lego
Dan akhirnya, kebersamaan di rumah Memey harus segera berakhir. Saya dan Chandra, harus segera melanjutkan agenda silaturahim selanjutnya. Ke rumah mas Arief, baru kemudian ke agenda utama (baca : kopdar IIDN).
Tapiiii, ternyata, rencana silaturahim ke rumah mas Arief kudu dipending. Karena, mbak Ngesti-Istri mas Arief yang mau kami temuin, baru saja pergi beberapa saat lalu sebelum kami datang. (Resiko nggak janjian, jadi ditinggal duluan deeeh). Wis, karena mbak Ngesti tak ada, maka, Saya dan Candra, segera meluncur ke Purnawirawan tujuh- untuk kopdar IIDN. Sempet nyasar beberapa saat, sampai udah bolak balik, akhirnya nemu juga Purnawirawan 7. Karena liat dedek Faris udah nongol di sebelah warung- seperti yang di smskan mbak Naqy, maka, kami berdua langsung muterin motor cekidot ke rumah mbak Naqiyyah Syam.
Dan sebelum mengakhiri agenda kopdar, rasanya kurang afdol kalau tidak ada dokumentasi. Dan jeprat-jepret ala Ibu-Ibu pun tak bisa dihindarkan. Hehe.
Jeprat-jepret selesai, dan kami harus berpamitan pulang.
Hari silaturahim yang sangat menyenangkan. Dua hal yang saya catat di silaturahim kali ini. “Jangan menunggu momentum itu datang, tapi ciptakanlah momentum itu!” sesuai pesan bang Heri, dan “buat target dan list menulis”, sesuai pesan bu korwil. Oke deeeh! Siap, laksanakan!
Al Barokah, hari kedua di bulan Oktober 2011
0
Coment
Posted in
Label:
Repita Hadi