twitter


20 September 2011_Cenat Cenut_my little room_10:17 Pm
Ingin pulang cepat sampai ke rumah. Padahal baru lima menit aku sampai di tempat kerjaku.

Jam istirahat, aku melihat jam dinding di kantor, terasa lambat jarum-jarum itu bergerak. Aku ingin ia menunjukkan pukul 2 dengan segera.

Aha.... ini hal yang kutunggu waktu pulang telah tiba, namun kutunda keinginanku untuk sampai ke rumah. Siang ini harus mentransfer uang ke bank untuk pemesanan buku dan ke kawasan kampus USU untuk mengambil sertifikat adik-adik ski smanlie sebagai peserta di seminar motivasi pelajar dan pemenang di acara perlombaan Ramadahan Expo 1432 H yang diadakan oleh My Club Juli-Agustus 2011. Tim SKI SMAN 5 Medan memborong piala Juara II Cerdas Cermat dan Juara I untuk Nasyid Group, Teater, Pidato, Puisi, Mading. Aku sebagai alumni ikut senang atas prestasi yang mereka peroleh. Masuk nominasi saja sudah mantap menurutku. Padahal kami tak mengharap juara dan tak menyangka jadi juara. Hanya ingin ikut berpartisipasi. Waktu latihan dan persiapan mereka pun tidak banyak karena bertepatan dengan pesantren kilat di sekolah yang membutuhkan tenaga extra dari setiap panitia, pengurus dan instruktur. Namun hasilnya sangat memuaskan. Saat puncak acara tepatnya 17 Agustus
2011 di Taman Budaya Sumatera Utara tibalah saat pengumuman. Suara riuh nan meriah mengisi aula oleh teriakan kami. Semua terpukau oleh kekompakan dan kebahagiaan kami.

Aku tiba di rumah saat ashar. Sangat gerah. Badan beraroma matahari. Aku segera mandi untuk menyejukkan diri. Salat lalu bercengkrama with my bluish tersayang, sebutan untuk laptopku. Aku berselancar ke dunia maya. Hal yang pertama kubuka adalah fb dan tentunya langsung masuk ke kampung semangka. Padahal notification dari grup lain berjibun, namun tak kuhiraukan. Hatiku sudah tertancap dalam di WR dan kampung semangka. Hanya sebentar dan kalau ada hal yang benar-benar mendesak baru loncat ke grup tersebut.He ^_^

Badanku yang letih akibat kejadian tadi pagi. Mengingatnya saja aku malas. Bisa membuat kepalaku pusing lagi. Tapi. Tunggu. Harus kuungkapkan agar tak membuatku struk. He, he, he. Dia, sebut saja si A membuat onar lagi di sekolah. Walau masih SD badannya yang besar tak bisa kukendalikan kalau sedang mengamuk. Tadi pagi jadwal ulangan harian, dia merajuk karena kubilang harus dikerjakan sendiri. Karena selama ini dia datang ke depan, duduk di sampingku dan meminta aku mengajarinya. Eh, dia malah menangis. Aku membiarkannya mewarnai bukunya. Tiba-tiba dia seperti orang kebingungan, kudekati dan kutanya. Ternyata uang jajannya sebesar lima ribu rupiah hilang.

Aku ikut mencari dan menyuruhnya untuk mengingat kembali. Dia yang masih memiliki emosi labil langsung mengamuk, membanting kursi, pintu, memukul white board sampai retak karena teman-teman dari kelas 4 melihat dia dari depan pintu. Mereka tak ada maksud mengejek, hanya penasaran kenapa ada teriakan. Ustad langsung tiba di kelas. Kelas 5 bersebelahan dengan ruang kepsek makanya Ustad mendengar hempasan pintu. Emosinya memuncak sambil memaki anak-anak kelas 4. Kutarik dia agar tak leluar. Ustad mencoba menenangkan Si A ini. Aku beralih ke kelas sebelah untuk menyuruh mereka masuk dan memberi mereka wejangan untuk diam.

Aku masuk lagi ke kelas 5, ternyata malah lebih parah, dia berani memplototi Ustad dan melawan alias menjawab, mengata-ngatain Ustad dengan bentakan keras dan kasar. Si A bilang dengan lantang, “Bapak Gak pantas jadi kepsek!!!” Ya Rabbi. Ni anak, belajar dari mana ya. Masyaallah. Aku lemas dan mencoba menenangkan diri sendiri. Padahal semua yang ada disini berusaha mengajarkan aqidah yang benar. Sebelumnya aku sudah diwanti-wanti wali kelasnya kalau Si A ini memang agak berbeda, jadi harap bersabar tingkat tinggi.

Ustad lalu memerintahkanku untuk menelepon orang tuanya biar dijemput pulang. Lalu Ustad kembali ke ruangannya. Al hasil aku berhadapan dengan seonggok daging yang memanas akibat  pemanasan global. Beristighfar dalam hati. Datangla sosok yang disegani oleh semua para siswa. Si A langsung terdiam. Mungkin takut. Mu’alim tersebut mencoba menenangkan dan berkomunikasi sama si anak. Alhamdulillah dia sudah bisa dikendalikan. Bayangkan. Sama kepsek dia berani, dengan Mu’alim ini dia tak berkutik. Situasi sudah mulai mereda. Aku tetap memantau anak-anak. Tiba-tiba dia mengambil buku tulis dan mau mencatat soal yang ada di white board yang telah merekah akibat pukulan keras darinya.

Aku menarik napas dan mulai berdendang. “Abang, sini duduk dekat Mu’allimah. Sini Nak. Nanti Mu’allimah kasitahu jalannya. ” Sambil menepuk lantai yang ada disampingku. Dia pun datang mendekatiku. Aku mengelus punggungnya dan kepalanya dengan lembut. Basah. Akibat ekspresinya yang berlebihan tadi. Kubiarkan dia menulis sambil tiduran di lantai agar nyaman dan adem. Allah masih sudi memberi kesabaran level tinggi padaku, alhamdulillah, tadi dalam kondisi berpuasa, kalau tidak, Si A bisa mendorongku dengan kuat atau membantingkan kursi itu ke arahku. Tapi tak jadi.

Dia senang mengerjakan soal, tapi emosinya itu yang buat panas naik ke ubun-ubun. Kepala nyut-nyutan sampai berdengung ke telinga. Wali kelasnya pernah bercerita padaku, kalau dia hampir mau loncat dari lantai kedua. Bayangkan kawan!

Alhamdulillah, dia menyelesaikan soal walau dengan perlahan dengan arahanku. Padahal ini adalah ulangan harian! Semua temannya juga meminta arahanku. Dengan senyum dan nada yang agak mendayu kuberikan arahan satu persatu.

Pusing kepalaku. Oyong. Tapi kutegakkan kepala untuk terus berada disampingnya. Bel istirahat kedua berbunyi. Temannya yang lain sudah berada di masjid untuk salat zuhur. Sedangkan dia mau memulai makan siang. Kuijinkan. Agar tak ada masalah lagi.

Di les terakhir, tenagaku sudah mulai menurun, tapi harus masuk untuk menyelesaikan tugas. Untuk di kelas 4 ini ,tak ada yang separah dia, walau semua punya hobi teriak, lari sana, lari sini. Wajah-wajah lugu mereka yang membuatku masih bertahan. Kuselipkan nama Si A dalam do’aku agar kelak tak membuat masalah lagi. Aku masih berharap, suatu saat dia menjadi anak soleh dan jadi teman karib dari Si B, teman yang sering diajaknya berduel.

Itulah kawan, hari-hariku yang penuh tawa, tangis, keringat, teriak, muka bengong, keantusiasan, semangat, kegerahan dan kelucuan serta kepolosan dari mereka. Jadi teringat. Si A pernah bertanya hal yang seharusnya belum pantas ditanyakan oleh seorang anak SD. Dunia sudah sangat kritis rupanya!
Saat itu suasana hatinya lagi adem. Makanya aman terkendali. Pertanyaannya adalah “Kalau bayi keluarnya dari mana mu’allimah???” padahal saat itu membahas sistem pencernaan. Segera kualihkan dengan “Nanti ada bab khusus untuk mempelajarinya, sekarang fokus sama saluran pencernaan dulu ya! Siapa yang tahu penyebab penyakit diare???” Mereka pun semangat menjawab pertanyaanku dengan tunjuk asbes.

Kantuk menyelimuti mataku. Aku terbuai dan membiarkan my bluish menyala dan fb-ku masih on line. Beduk magrib tak terdengar. Ibuku memanggil namaku. Tersentaklah aku lalu menuju meja makan. Dengan segelas teh manis aku pun berbuka. Sepotong pisang goreng membuat berbuka semakin nikmat. Selesai salat magrib, aku makan malam dengan ayah, ibu dan adik lalu bersiap untuk salat isya.

Malam ini, walau kondisi badan kurang fit, aku tetap mau melanjutkan naskah walau hanya satu kalimat, tapi BBHB hari ini mantap tenan bisa full. Semoga aku tak ketinggalan deadline. Bisa mengirim tepat pada waktunya. Aku mau fokus untuk tiga lomba saja dulu. Karena tugasku juga ada di luar dunia penulis.  Semoga semua dapat diselesaikan dengan baik. Perencanaan yang baik bisa membuatmu sukses, kata PP Jon, plus menurutku yang paling penting harus fokus. Konsentrasi!!!! Semoga dapat menghasilkan karya yang memukau di dunia nyata dan maya, walau perlahan, tersendat, terjerat, terpleset namun hatiku sudah kekeh di dunia penulis dan akan terus berusaha di tengah kebimbangan dan pandangan sepele dari orang lain. Inilah aku dengan segala kekurangan. Semangka!!! (Semangat karena Allah)


Selasa, 20 September 2011
Dahsyatnya Sedekah
Tahun ini keluarga kami diuji dengan kekurangan. Bahkan untuk makan saja kami masih berhutang. Alhamdulillah sejak keluar dari kantorku, aku dapat pesangon dan cukup untuk bolak-balik Jogja dan untuk mencari pekerjaan. Tetapi hasil jerih payahku untuk mencari pekerjaan belum kudapatkan sampai sekarang. Pesangon dari kantor hanya cukup dipakai sampai akhir bulan Ramadhan kemarin. Aku sangat sedih sekali keuanganku habis. Di saat akhir Ramadhan, kuniatkan untuk menjual cincinku satu-satunya yang masih tersisa saat aku memakainya sejak aku duduk di bangku SMU. Hasil dari menjual yang aku sedekahkan ke Panti anak Yatim Piatu dan sebagian lagi buat uang saku sendiri. Semoga dengan aku sedekah, aku akan diberi ganti oleh-Nya dengan berlipat-lipat.
            Karena janji Allah tak akan pernah meleset. Aku sangat gelisah dan cemas saat keuanganku mulai menipis. Dag dig dug juga lama-kelamaan jika keuanganku menipis. Tetapi saat lebaran menjelang tiba-tiba saudaraku memberi angpao, Alhamdulillah sekali aku mendapatkan ganti. Setelah Ramadhan hampir berakhir, aku tidak menyangka jika rejeki datang tak disangka-sangka. Budeku memberi beras 10 kg, kue lebaran. Saat lebaran menjelang pun aku dan Mamaku diberi angpao yang cukup untuk jaga-jaga masalah keuangan sewaktu-waktu. Alhamdulillah sekali semoga rejeki yang lain menyusul kemudian.
            Hari ini juga aku dapat rejeki nomplok. Dapat macam-macam buah-buahan. Ada manga, apel, pir dan mangga. Karena buah sebanyak ini, di kebun rumahku juga taka da sama sekali. Selain buah juga dapat rejeki makanan kaleng ada timtam, roti monde dan serena. Mungkin ini balasan dari Allah saat aku sedekah beberapa minggu yang lalu. Alhamdulillah dengan sedekah tidak membuat kita miskin tetapi Allah akan mencukupkan rejeki kita.


Depok, Medio :  Selasa  , 20 September 2011
Terima Kasih Kakek Pardi …
            Menjelang jam istirahat kantor  terdengar suara Michael Jakson dari HP-ku pertanda ada panggilan telepon masuk. Aku lihat ternyata dari Pak Thohirin, saudara sepupu bapakku memberitahukan bahwa ada saudara yang meninggal dunia. Namanya adalah Sutjipto, anggota DPR , bertempat tinggal di Pondok Indah. Gubrak … jujur aku tidak familiar dengan nama ini. Bapak memang pernah cerita kalau mempunyai saudara yang sukses merantau di Jakarta. Beliau pernah menjabat sebagi Ketua Notariat Seluruh Indonesia dan sekarang menjadi anggota DPR dari Partai Demokrat. Tapi semuanya itu kutanggapi bagai angin lalu, keluar telinga kanan keluar telinga kiri. Maklum, mengetahui beliau tinggal di Pondok Indah saja sudah membuatku minder, apalagi main kerumahnya. Tak terbayang sama sekali, bagai mimpi disiang bolong….
            Tak lama kemudian Bapakku yang sedang bertugas di Surabaya meneleponku dan menyuruhku untuk segera berangkat melayat. Apa mau dikata, aku harus berangkat. Setelah ijin sama bos, akhirnya aku meluncur ke jalan untuk mencari angkutan. Karena masih bingung, aku bertanya kepada tukang ojek yang sedang mangkal. Tukang ojek ini akhirnya menawariku untuk mengantarkan. Setelah terjadi kesepakatan harga akhirnya berangkatlah kita berdua, walaupun dalam hati masih ada sedikit keraguan. Selama sepuluh tahun di Jakarta tak pernah sekalipun aku main ke daerah elite tersebut. Ya sudahlah kita lihat saja nanti. Lets go man….
            Sial bagi kami ketika sampai daerah Simprug, hujan turun. Terpaksa aku dan Kakek Pardi, nama tukang ojek tersebut berteduh di bawah pohon. Kami menunggu sampai setengah jam, hujan tak jua reda malah semakin deras mengguyur. Pakaian kami basah semua. Terbersit pikiran untuk mengurungkan niat dan balik kekantor. Entah mengapa ada bisikan lain yang memberikan kekuatan untuk meneruskan langkahku.
            Akhirnya hujan mulai mereda, dan kami bersiap untuk meluncur kembali. Sebelumnya aku minta  Kakek Pardi untuk mampir ke warung dulu untuk makan siang. Aku tidak mau kami berdua masuk angin karena tubuh basah dan perut kosong. Alhamdulillah, tidak jauh dari tempat  berteduh, kami menjumpai warung soto. Aku memesan dua porsi ditambah teh hangat.Sambil makan aku mencoba  membuka pembicaraan. Ternyata  Kakek Pardi orangnya enak untuk diajak ngobrol. Dari sekedar obrolan daerah asal usulnya sampai masalah politik. Semuanya nyambung, habis dibabatnya.  
            Kakek Pardi berasal dari daerah Gombong, Jawa Tengah. Hampir 40 tahun beliau merantau ke Jakarta dan sekarang tinggal di daerah Kemayoran. Umurnya sekarang sudah 71 tahun, tapi masih sanggup mengojek untuk mencari nafkah buat keluarganya. Tubuhnya masih tegap, hanya rambut gondrongnya penuh uban. Sekilas tampangnya mirip Yok Kuswoyo, personel Koes Plus. Band yang sangat melegenda di negeri ini. Ternyata Kakek Pardi adalah seniman juga. Dia adalah anggota grup karawitan, dengan bonang sebagai spesialisasinya.   
Setelah perut kenyang dan baju sudah mulai kering pencarian kami lanjutkan. Akhirnya sampailah kami ke Pondok Indah Mall, tempat yang kabarnya sering dijadikan para sosialita ibukota untuk mejeng. Ternyata alamat yang kami cari tidak jauh dari mall tersebut. Yang membuat aku ragu adalah perumahan elite tersebut dijaga oleh satpam secara berlapis. Tapi setelah aku jelaskan maksud kedatangan kami dengan senang hati mereka menunjukkan alamat tersebut.
            Keraguan semakin menjadi ketika aku sampai digerbang rumah. Rumah ini begitu bagus dan megah dengan puluhan satpam siaga penuh. Maklumlah yang meninggal adalah pejabat negara, dan para pelayatnya pasti orang kelas VIP pula. Sedangkan aku ini siapa ? No body knows ? Peduli amat, mereka manusia aku juga manusia apa yang mesti kutakutkan ? Toh aku bertujuan baik, mewakili keluarga untuk meyampaikan belasungkawa.  
            Alhamdulilah ternyata ada salah satu kerabat dari kampung yang sudah lebih dahulu datang mengenali diriku. Narto namanya, dan dia adalah teman masa kecilku ketika aku masih tinggal didesa Janggan. Desa terpencil di daerah Magetan, Jawa Timur, tempat dahulu bapak mengajar dan nenekku tinggal. Setelah berbincang cukup lama akhirnya aku berpamitan untuk pulang.
Dengan langkah ringan aku ketempat kakek Pardi yang sudah lama menunggu untuk mengantarku kembali ke kantor. Untung ada tukang ojek yang baik hati ini, kalau nggak apalah jadinya ? Seperti Tarzan masuk kota, pastilah aku kesasar tak tentu arah.
 Dalam hati aku mengagumi kegigihan dan keuletannya dalam mengarungi kehidupan ini. Ditengah keras dan ganasnya persaingan metropolitan,.beliau masih mempunyai prinsip yang kuat dalam mencari nafkah yang halal dengan menjadi tukang ojek. Harusnya para aparatur negeri yang suka korupsi malu dengan kakek perkasa ini. Mereka hanya mementingkan isi perut dan kenikmatan duniawi semata. Sekali lagi empat jempol untuk Kakek Pardi. Pokoknya TOP banget …   Terima kasih Kakek Pardi, You are the best from the best …     

******


Palembang, 8 September 2011
My Room, 20.00

Hey, kali ini aku mau cerita tentang seorang teman. Boleh? Ah, aku rasa dia pun tak akan keberatan jika aku membuat kisahnya di sini. Bukan bermaksud buruk, hanya ingin memetik hikmah yang ada. Tapi, sepertinya aku perlu menyamarkan tokohnya. Kayak di film-film gitu kesannya. Oke, sebut saja namanya Dewi dan Rudy.
Begini, Dewi adalah teman pertamaku saat aku baru pindah di tempatku yang sekarang, dia mengajakku berteman dengan baik, usia kami hanya beda lima bulan. Dia hanya seorang gadis tamatan SD, karena orang tuanya tak mampu membiayai sekolahnya. Dia cantik, kulitnya kuning langsat, rambutnya lurus panjang tergerai. Sangat menarik. Hanya saja, dia tak dapat merawat diri. Mengapa saya bilang begini? Bayangkan saja, rambutnya yang lurus panjang, selalu diikatnya seadanya, giginya yang tersusun rapi dibiarkannya menguning, belum lagi wajahnya yang dipolesinya bedak sesukanya. Dan yang lebih parah, penampilannya yang suka asal saja memakai baju. Dia tidak mudah bersosialisasi. Aku sering mengajarkannya bagaimana caranya berpakaian dan merawat diri (meskipun aku sendiri suka cuek), mengajarkan dia untuk lebih dewasa. Namun, usahaku sama sekali tidak ada hasil, satu hal yang tidak aku suka darinya, dia suka berbohong (kata orang palembang, besak kelakar). Tapi,
meskipun begitu, dia seorang yang perhatian, penyayang, dan sangat baik.
Singkat kata, dia pindah saat aku SMA. Kapan tepatnya aku lupa, mungkin sekitar tahun2008. Setelah kepindahannya dia sering menghubungiku, ingin menemuiku. Tapi, aku tak pernah bisa mengobrol terlalu lama dengannya, aku sibuk. Sibuk dengan urusanku sendiri.
“Kha, aku nak nikah. Datang ke rumah aku yo.” Itu yang ia katakan di telpon bulan Juni 2011 lalu. Aku hanya mengiyakan saja. Aku tak percaya dia akan menikah. Dia pasti tengah bercanda, agar aku main ke rumahnya. Aku sama sekali tidak menghiraukannya.
“Kha, minggu depan aku mau dilamar. Kau jangan dak dateng, yo.”
Awalnya, aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakannya. Aku baru percaya ketika orang tuanya langsung yang mengatakan Dewi akan menikah. Dia dijodohkan? Tidak! Dia MBA2! Tidak. Dia menikah dengan seorang lelaki pilihannya, namanya Rudy dan tak ada paksaan sama sekali. Wowww. Aku hampir tak mempercayai ini.
Tapi, inilah faktanya, Dewi benar-benar akan menikah. Lamaran telah terjadi. Tanggal pernikahan telah ditentukan. Singkat kata, 17 Juli mereka menikah. Cukup meriah, meskipun hanya ala kadarnya.
Setelah menikah, Dewi masih sering menghubungiku, namun dengan frekuensi yang lebih jarang. Awalnya dia tak pernah cerita tentang rumah tangganya, tapi kemarin dia menceritakan semuanya. Sejak awal menikah, hingga detik ini, dia mengaku dia tidak bahagia. Pertama, karena dia tak dinafkahi lahir dan batin, kedua sikap suaminya berbeda dengan sikapnya semasa pacaran. Dia menangis.
Entah apa yang harus aku katakan padanya untuk menghiburnya. Tapi, aku tak sepenuhnya menyalahkan Rudy, karena pada dasarnya Dewi juga salah. Menurut pengakuan Rudy, Dewi tidak bisa beradaptasi dengan keluarganya, Dewi juga suka cuek dengan penampilan, itu yang membuat Rudy tak betah ada di rumah.
Satu hikmah yang bisa saya petik, jangan gegabah, dikendalikan oleh nafsu sesaat, pikirkan mana baik dan buruknya sebelum menikah. Karena menikah bukan hanya menyatukan kamu dan dia, tapi juga 2 keluarga besar.
Satu pelajaran lagi, nanti kalo nikah, harus tetap tampil cantik untuk suami, manjain dia, sopan dengannya dan kamar adalah ruang pribadi yang nggak boleh ada yang masuk selain aku dan suami, biar suami betah ada di rumah. *mikirin nikah.


Lepy & Ustadz
Tuesday-Sept 20, 2011                   8.46 am

Dairyy........... apa kabar, apa kabar?? Wah, sehari ga nulis kamu rasa’a seperti berhari-hari.. Nih, sebagai ganti’a aku nyapa kamu pagi ini ngga nunggu malam nanti ^__^

Well, td malam si Lepy ngambek lg Ry. Kali ini bukan mati sih tp layar’a itu yg ngga mau muncul-muncul. Cerita’a gini, semalam kan ba’da Maghrib si Lepy aku tinggalin sebentar di kamar, bantuin Ma2 ngbahas bahan bt ngajar hari ni. Setengah jam kemudian aku balik ke kamar. Nah, pas aku balik layar’a si Lepy udah mati. Ya, aku kirain ngga knapa-knapa karna biasa’a juga kalau ditinggal agak lama monitor’a mati sndiri jg sih. Aku gerakin deh si mouse, eh ngga ngaruh rupa’a. Ngga ada perubahan apa-apa. Mulai khawatir deh, jangan-jangan mulai berulah lagi ni.. Sekitar 10 menit kemudian aku coba lagi gerakin si mouse. Eh, masih ngga mau juga. Ya udah akhir’a ambil jalan singkat. Charger’a dicabut biar batre’a habis sendiri dan power’a mati, trus br dihidupin lagi. Nah, itu cerita’a Ry knp semalem aku ngga bisa ngisi kamu.

Wah.... Surprise.. surprise... Barusan pas lagi nulis kamu ni, Ust.Azmi nelp. Ust satu ini the best banget memang deh, care banget sama anak didik’a. Bayangin aja, aku kenal Ust pas dulu aktif di Rohis SMA. Tp sampai sekarang sesekali Ust msh nghub aku bt nanyain gmn kbr’a, gmn ibadah’a dan yg terakhir ngga lupa bilang “Mampir ya ke warung soto Ust...” (hehehe). Oh iya td jg Ust sempat nanyain “Gimana Zel, udah nikah belum kamu?” Ya aku senyum2 sendiri jadi’a. Ya pasti belum lah Ry, kl nikahan pasti aku undang Ust. (Ust.Azmi ini udah nikah ya Ry).

Trus Ust bilang “kalau kamu mau dimudahkan jodoh’a, dimudahkan rezeki’a, ada 3 kunci: Perbanyak doa, bersedekah dan silaturrahmi. Insya Allah dibantu sama Allah.” (hihi... bisa dipraktekkan ini ^_^) Trus Ust jg ngingatin kalau semakin hari harus jadi semakin sholihah. Makin bertambah umur harus makin rutin dan perbanyak ibadah, mesti semakin dekat dengan bau surga. Wah... aku denger’a seperti kena gerimis hujan di pagi hari, adem :D

(Makasih ya Ust bt tausiah’a.......) btw, udah dulu ya Ry, aku mau ke pustaka ni skrg. Skalian bentar lag mu nyari kamus Bahasa Indonesia. Setelah dipikir2 ternyata seorang penulis itu wajib punya kamus Bahasa Indonesia, biar bisa punya banyak kosakata.. Ok, see U Ry....


Lebaran Idul Fitri 1432 H...
Hmmm...
Bingung nih sama perasaan aku sendiri.
Sejak tadi malam aku sudah berusaha menahan butiran bening ini agar tak sampai jatuh. Ya, sejak tadi malam aku ingin menangis. Menangisi semua kebodohanku, menangisi semua kesalahanku. Menangisi kepergian bulan ramadhan ini. Tapi, baru siang ini, kesedihan itu memuncak. Dadaku terasa begitu sesak. Semuanya berputar di kepalaku. Tentangnya. Tentang kematian. Tentang hari akhir.
Demi allah, sesungguhnya, aku begitu takut mati karena menyadari betapa banyak dosa yang telah aku buat. Apalagi di bulan Ramadhan kemarin. Tak sedikit pun aku melakukan ibadah. Shalat, puasa, tak satu pun. Aku merasa begitu hina di hadapanNya. Dan pagi tadi, aku sama sekali tak shalat idul fitri. Bukan karena malas. Tapi, aku malu. Aku merasa tak pantas untuk ikut merayakan hari kemenangan ini. Karena sesungguhnya aku adalah orang yang sangat merugi dan hina karena telah menyia-nyiakan bulan nan suci ini.
Pagi tadi, aku berharap mendapatkan sebuah momen, dimana aku bisa memeluk ibu dan menangis di pelukannya. Tapi, aku sama sekali tak bisa memanfaatkan kesempatan itu. Aku terlalu takut. Bukan, bukan takut. Tapi, PENGECUT!!!
Aku benci diriku, benci semua yang telah aku lakukan. Aku ingin kembali menjadi eka yang dulu. Yang tak sehina ini? Tapi noda itu sudah terlanjur ada di kertas putih ini. Aku tak mungkin bisa menghapusnya, sekalipun aku membuka lembaran baru.