twitter


"Rasa yang Tak Ingin Dihilangkan"_300112_my little room_12:15 AM
Rabb, ribuan terima kasih mungkin tak cukup untuk mengutarakan betapa bahagianya hamba. Sungguh, pertolonganmu ada di saat-saat yang tepat. Sungguh, dengan mengingat nama-Mu hati akan tentram. Sungguh, tak ada nikmat yang bisa aku dustakan.

Sepintas, aku dan yang lain tak ada perbedaan, aku lengkap dengan kelima pancaindra dan senantiasa diberi kecukupan. Kadang, mereka beranggapan aku ini hebat. Oh, sesungguhnya tidak! Aku adalah makhluk paling lemah dari dalam. Yang membuatku tegar dan bertahan selama ini adalah pertolongan-Mu yang maha dahsyat.

Sungguh, sebisanya engkau jangan meninggalkan rutinitas membaca dzikir pagi dan petang, menunaikan salat duha dan tahajud, puasa sunnah, bersedekah, atau bahkan meyakinkan diri, kalau Dia akan benar-benar menolongmu. Pasti! Cepat atau lambat pertolongan itu akan datang.



Mungkin sebagian orang, mendapat hadiah atau door-prise keliling Eropa adalah hal yang paling ditunggu, namun bagiku terbebas dari godaan syaitan, adalah hal yang paling diidam-idamkan, betapa tidak, Allah masih sangat sayang pada kita, sehingga menghindarkan kita dari kesalahan menuju kebaikan.



Mengingat tentang kebaikan, jadi teringat peristiwa 4 hari yang lalu, saat aku kehilangan uang. Niatku bulan depan akan kusedekahkan kepada seseorang yang kuanggap berhak, karena dia lagi terlilit hutang, tapi takdir berkata lain. Sepertinya jika sudah ada niat baik, segera laksanakan!

Allah, lagi, lagi, dan lagi, Engkau membalasnya dengan kebaikan, rezeki datang padaku, juniorku memesan satu buku dan saat hari kehilangan itu, aku memperoleh makananan yang enak-enak. Jika masalah disikapi dengan hati lapang dan percaya pada-Nya maka akan diganti dengan keuntungan, terbukti! Alhamdulillah ya Rabb.

Malam ini, salah satu tetanggaku meninggal dunia. Aku dan yang lainnya diingatkan kembali, kalau dunia hanya tempat singgah, sementara kampung akherat adalah tempat abadi. Ayahku, tertegun melihat salah satu kawannya telah berpulang, gak menyangka, sekekar beliau telah tiada. Tiada yang mustahil jika Allah berkehendak dan tak ada yang bisa menunda barang sedetik pun. Allah ampuni dosa-dosa beliau dan terima amalannya. Matikan hamba dalam keadaan Islam dan beriman ya Rabb, begitu juga keluarga dan sahabat-sahabat hamba.

Aku juga terkenang, 18 tahun yang lalu, sosoknya begitu hangat dan bijaksana. Beliau adalah Pak Rahim, guru ngajiku. Aku lupa, kapan beliau meninggal dunia, mungkin delapan tahun yang lalu. Aku hanya mendengar kabar tanpa mengunjungi jenazahnya. Karena kami sudah pindah di lingkungan yang baru. Petuah yang selalu kuingat dari beliau, "Ada tiga sosok lelaki yang harus dihormati seorang wanita dan yang akan diharapkan ridhanya. Mereka adalah ayah kandung, ayah mertua dan suamimu. Hormati mereka dengan sebaik-baiknya akhlak dan cintai mereka dengan sebaik-baiknya iman."

Teringat, dia akan menyiapkan segelas susu coklat hangat di atas mejanya sebelum mengajar, memberi karet penghapus untukku, hadiah dari kemasan susu coklatnya, menggambar pemandangan, seakan-akan kami berada disitu, dan kesabarannya dalam membimbing para santri.

Aku rindu ruangan kecil itu, yang ada kursi dan meja panjang, yang tebuat dari kayu. Beliau hanya dibayar 'sedikit' kalau dulu hanya segenggam beras. Subahanallah....

Kalau ada orang kaya yang punya hajatan, beliau dipanggil, kami para santri diajak, sehingga kebagian rezeki. Pulang bawa sebungkus nasi dan seamplop angpau. Tawa riang dari bocah-bocah berwajah polos. Salahnya aku tak punya dokumentasinya, apalah daya tak sanggup beli kamera. Sepatu hampir 'terngaga' saja harus dipertahankan.

Kok mataku mulai berembun ya? Aku benar-benar bersyukur, bisa merasakan itu semua.

Rabbi, ijinkan hamba terus berjalan di muka bumi ini dengan rasa syukur dan takut pada-Mu. Lembutkan hati ini agar mudah menerima hidayah dari-Mu dan kebalkan dia agar tegar dengan anggapan 'remeh' dan 'ejekan' orang lain. Jadikan jiwa ini, jiwa-jiwa yang besar, seperti para pendahulu yang hanya mengharap ridha-Mu.