20 September 2011_Cenat Cenut_my little room_10:17 Pm
Ingin pulang cepat sampai ke rumah. Padahal baru lima menit aku sampai di tempat kerjaku.
Jam istirahat, aku melihat jam dinding di kantor, terasa lambat jarum-jarum itu bergerak. Aku ingin ia menunjukkan pukul 2 dengan segera.
Aha.... ini hal yang kutunggu waktu pulang telah tiba, namun kutunda keinginanku untuk sampai ke rumah. Siang ini harus mentransfer uang ke bank untuk pemesanan buku dan ke kawasan kampus USU untuk mengambil sertifikat adik-adik ski smanlie sebagai peserta di seminar motivasi pelajar dan pemenang di acara perlombaan Ramadahan Expo 1432 H yang diadakan oleh My Club Juli-Agustus 2011. Tim SKI SMAN 5 Medan memborong piala Juara II Cerdas Cermat dan Juara I untuk Nasyid Group, Teater, Pidato, Puisi, Mading. Aku sebagai alumni ikut senang atas prestasi yang mereka peroleh. Masuk nominasi saja sudah mantap menurutku. Padahal kami tak mengharap juara dan tak menyangka jadi juara. Hanya ingin ikut berpartisipasi. Waktu latihan dan persiapan mereka pun tidak banyak karena bertepatan dengan pesantren kilat di sekolah yang membutuhkan tenaga extra dari setiap panitia, pengurus dan instruktur. Namun hasilnya sangat memuaskan. Saat puncak acara tepatnya 17 Agustus
2011 di Taman Budaya Sumatera Utara tibalah saat pengumuman. Suara riuh nan meriah mengisi aula oleh teriakan kami. Semua terpukau oleh kekompakan dan kebahagiaan kami.
Aku tiba di rumah saat ashar. Sangat gerah. Badan beraroma matahari. Aku segera mandi untuk menyejukkan diri. Salat lalu bercengkrama with my bluish tersayang, sebutan untuk laptopku. Aku berselancar ke dunia maya. Hal yang pertama kubuka adalah fb dan tentunya langsung masuk ke kampung semangka. Padahal notification dari grup lain berjibun, namun tak kuhiraukan. Hatiku sudah tertancap dalam di WR dan kampung semangka. Hanya sebentar dan kalau ada hal yang benar-benar mendesak baru loncat ke grup tersebut.He ^_^
Badanku yang letih akibat kejadian tadi pagi. Mengingatnya saja aku malas. Bisa membuat kepalaku pusing lagi. Tapi. Tunggu. Harus kuungkapkan agar tak membuatku struk. He, he, he. Dia, sebut saja si A membuat onar lagi di sekolah. Walau masih SD badannya yang besar tak bisa kukendalikan kalau sedang mengamuk. Tadi pagi jadwal ulangan harian, dia merajuk karena kubilang harus dikerjakan sendiri. Karena selama ini dia datang ke depan, duduk di sampingku dan meminta aku mengajarinya. Eh, dia malah menangis. Aku membiarkannya mewarnai bukunya. Tiba-tiba dia seperti orang kebingungan, kudekati dan kutanya. Ternyata uang jajannya sebesar lima ribu rupiah hilang.
Aku ikut mencari dan menyuruhnya untuk mengingat kembali. Dia yang masih memiliki emosi labil langsung mengamuk, membanting kursi, pintu, memukul white board sampai retak karena teman-teman dari kelas 4 melihat dia dari depan pintu. Mereka tak ada maksud mengejek, hanya penasaran kenapa ada teriakan. Ustad langsung tiba di kelas. Kelas 5 bersebelahan dengan ruang kepsek makanya Ustad mendengar hempasan pintu. Emosinya memuncak sambil memaki anak-anak kelas 4. Kutarik dia agar tak leluar. Ustad mencoba menenangkan Si A ini. Aku beralih ke kelas sebelah untuk menyuruh mereka masuk dan memberi mereka wejangan untuk diam.
Aku masuk lagi ke kelas 5, ternyata malah lebih parah, dia berani memplototi Ustad dan melawan alias menjawab, mengata-ngatain Ustad dengan bentakan keras dan kasar. Si A bilang dengan lantang, “Bapak Gak pantas jadi kepsek!!!” Ya Rabbi. Ni anak, belajar dari mana ya. Masyaallah. Aku lemas dan mencoba menenangkan diri sendiri. Padahal semua yang ada disini berusaha mengajarkan aqidah yang benar. Sebelumnya aku sudah diwanti-wanti wali kelasnya kalau Si A ini memang agak berbeda, jadi harap bersabar tingkat tinggi.
Ustad lalu memerintahkanku untuk menelepon orang tuanya biar dijemput pulang. Lalu Ustad kembali ke ruangannya. Al hasil aku berhadapan dengan seonggok daging yang memanas akibat pemanasan global. Beristighfar dalam hati. Datangla sosok yang disegani oleh semua para siswa. Si A langsung terdiam. Mungkin takut. Mu’alim tersebut mencoba menenangkan dan berkomunikasi sama si anak. Alhamdulillah dia sudah bisa dikendalikan. Bayangkan. Sama kepsek dia berani, dengan Mu’alim ini dia tak berkutik. Situasi sudah mulai mereda. Aku tetap memantau anak-anak. Tiba-tiba dia mengambil buku tulis dan mau mencatat soal yang ada di white board yang telah merekah akibat pukulan keras darinya.
Aku menarik napas dan mulai berdendang. “Abang, sini duduk dekat Mu’allimah. Sini Nak. Nanti Mu’allimah kasitahu jalannya. ” Sambil menepuk lantai yang ada disampingku. Dia pun datang mendekatiku. Aku mengelus punggungnya dan kepalanya dengan lembut. Basah. Akibat ekspresinya yang berlebihan tadi. Kubiarkan dia menulis sambil tiduran di lantai agar nyaman dan adem. Allah masih sudi memberi kesabaran level tinggi padaku, alhamdulillah, tadi dalam kondisi berpuasa, kalau tidak, Si A bisa mendorongku dengan kuat atau membantingkan kursi itu ke arahku. Tapi tak jadi.
Dia senang mengerjakan soal, tapi emosinya itu yang buat panas naik ke ubun-ubun. Kepala nyut-nyutan sampai berdengung ke telinga. Wali kelasnya pernah bercerita padaku, kalau dia hampir mau loncat dari lantai kedua. Bayangkan kawan!
Alhamdulillah, dia menyelesaikan soal walau dengan perlahan dengan arahanku. Padahal ini adalah ulangan harian! Semua temannya juga meminta arahanku. Dengan senyum dan nada yang agak mendayu kuberikan arahan satu persatu.
Pusing kepalaku. Oyong. Tapi kutegakkan kepala untuk terus berada disampingnya. Bel istirahat kedua berbunyi. Temannya yang lain sudah berada di masjid untuk salat zuhur. Sedangkan dia mau memulai makan siang. Kuijinkan. Agar tak ada masalah lagi.
Di les terakhir, tenagaku sudah mulai menurun, tapi harus masuk untuk menyelesaikan tugas. Untuk di kelas 4 ini ,tak ada yang separah dia, walau semua punya hobi teriak, lari sana, lari sini. Wajah-wajah lugu mereka yang membuatku masih bertahan. Kuselipkan nama Si A dalam do’aku agar kelak tak membuat masalah lagi. Aku masih berharap, suatu saat dia menjadi anak soleh dan jadi teman karib dari Si B, teman yang sering diajaknya berduel.
Itulah kawan, hari-hariku yang penuh tawa, tangis, keringat, teriak, muka bengong, keantusiasan, semangat, kegerahan dan kelucuan serta kepolosan dari mereka. Jadi teringat. Si A pernah bertanya hal yang seharusnya belum pantas ditanyakan oleh seorang anak SD. Dunia sudah sangat kritis rupanya!
Saat itu suasana hatinya lagi adem. Makanya aman terkendali. Pertanyaannya adalah “Kalau bayi keluarnya dari mana mu’allimah???” padahal saat itu membahas sistem pencernaan. Segera kualihkan dengan “Nanti ada bab khusus untuk mempelajarinya, sekarang fokus sama saluran pencernaan dulu ya! Siapa yang tahu penyebab penyakit diare???” Mereka pun semangat menjawab pertanyaanku dengan tunjuk asbes.
Kantuk menyelimuti mataku. Aku terbuai dan membiarkan my bluish menyala dan fb-ku masih on line. Beduk magrib tak terdengar. Ibuku memanggil namaku. Tersentaklah aku lalu menuju meja makan. Dengan segelas teh manis aku pun berbuka. Sepotong pisang goreng membuat berbuka semakin nikmat. Selesai salat magrib, aku makan malam dengan ayah, ibu dan adik lalu bersiap untuk salat isya.
Malam ini, walau kondisi badan kurang fit, aku tetap mau melanjutkan naskah walau hanya satu kalimat, tapi BBHB hari ini mantap tenan bisa full. Semoga aku tak ketinggalan deadline. Bisa mengirim tepat pada waktunya. Aku mau fokus untuk tiga lomba saja dulu. Karena tugasku juga ada di luar dunia penulis. Semoga semua dapat diselesaikan dengan baik. Perencanaan yang baik bisa membuatmu sukses, kata PP Jon, plus menurutku yang paling penting harus fokus. Konsentrasi!!!! Semoga dapat menghasilkan karya yang memukau di dunia nyata dan maya, walau perlahan, tersendat, terjerat, terpleset namun hatiku sudah kekeh di dunia penulis dan akan terus berusaha di tengah kebimbangan dan pandangan sepele dari orang lain. Inilah aku dengan segala kekurangan. Semangka!!! (Semangat karena Allah)
Ingin pulang cepat sampai ke rumah. Padahal baru lima menit aku sampai di tempat kerjaku.
Jam istirahat, aku melihat jam dinding di kantor, terasa lambat jarum-jarum itu bergerak. Aku ingin ia menunjukkan pukul 2 dengan segera.
Aha.... ini hal yang kutunggu waktu pulang telah tiba, namun kutunda keinginanku untuk sampai ke rumah. Siang ini harus mentransfer uang ke bank untuk pemesanan buku dan ke kawasan kampus USU untuk mengambil sertifikat adik-adik ski smanlie sebagai peserta di seminar motivasi pelajar dan pemenang di acara perlombaan Ramadahan Expo 1432 H yang diadakan oleh My Club Juli-Agustus 2011. Tim SKI SMAN 5 Medan memborong piala Juara II Cerdas Cermat dan Juara I untuk Nasyid Group, Teater, Pidato, Puisi, Mading. Aku sebagai alumni ikut senang atas prestasi yang mereka peroleh. Masuk nominasi saja sudah mantap menurutku. Padahal kami tak mengharap juara dan tak menyangka jadi juara. Hanya ingin ikut berpartisipasi. Waktu latihan dan persiapan mereka pun tidak banyak karena bertepatan dengan pesantren kilat di sekolah yang membutuhkan tenaga extra dari setiap panitia, pengurus dan instruktur. Namun hasilnya sangat memuaskan. Saat puncak acara tepatnya 17 Agustus
2011 di Taman Budaya Sumatera Utara tibalah saat pengumuman. Suara riuh nan meriah mengisi aula oleh teriakan kami. Semua terpukau oleh kekompakan dan kebahagiaan kami.
Aku tiba di rumah saat ashar. Sangat gerah. Badan beraroma matahari. Aku segera mandi untuk menyejukkan diri. Salat lalu bercengkrama with my bluish tersayang, sebutan untuk laptopku. Aku berselancar ke dunia maya. Hal yang pertama kubuka adalah fb dan tentunya langsung masuk ke kampung semangka. Padahal notification dari grup lain berjibun, namun tak kuhiraukan. Hatiku sudah tertancap dalam di WR dan kampung semangka. Hanya sebentar dan kalau ada hal yang benar-benar mendesak baru loncat ke grup tersebut.He ^_^
Badanku yang letih akibat kejadian tadi pagi. Mengingatnya saja aku malas. Bisa membuat kepalaku pusing lagi. Tapi. Tunggu. Harus kuungkapkan agar tak membuatku struk. He, he, he. Dia, sebut saja si A membuat onar lagi di sekolah. Walau masih SD badannya yang besar tak bisa kukendalikan kalau sedang mengamuk. Tadi pagi jadwal ulangan harian, dia merajuk karena kubilang harus dikerjakan sendiri. Karena selama ini dia datang ke depan, duduk di sampingku dan meminta aku mengajarinya. Eh, dia malah menangis. Aku membiarkannya mewarnai bukunya. Tiba-tiba dia seperti orang kebingungan, kudekati dan kutanya. Ternyata uang jajannya sebesar lima ribu rupiah hilang.
Aku ikut mencari dan menyuruhnya untuk mengingat kembali. Dia yang masih memiliki emosi labil langsung mengamuk, membanting kursi, pintu, memukul white board sampai retak karena teman-teman dari kelas 4 melihat dia dari depan pintu. Mereka tak ada maksud mengejek, hanya penasaran kenapa ada teriakan. Ustad langsung tiba di kelas. Kelas 5 bersebelahan dengan ruang kepsek makanya Ustad mendengar hempasan pintu. Emosinya memuncak sambil memaki anak-anak kelas 4. Kutarik dia agar tak leluar. Ustad mencoba menenangkan Si A ini. Aku beralih ke kelas sebelah untuk menyuruh mereka masuk dan memberi mereka wejangan untuk diam.
Aku masuk lagi ke kelas 5, ternyata malah lebih parah, dia berani memplototi Ustad dan melawan alias menjawab, mengata-ngatain Ustad dengan bentakan keras dan kasar. Si A bilang dengan lantang, “Bapak Gak pantas jadi kepsek!!!” Ya Rabbi. Ni anak, belajar dari mana ya. Masyaallah. Aku lemas dan mencoba menenangkan diri sendiri. Padahal semua yang ada disini berusaha mengajarkan aqidah yang benar. Sebelumnya aku sudah diwanti-wanti wali kelasnya kalau Si A ini memang agak berbeda, jadi harap bersabar tingkat tinggi.
Ustad lalu memerintahkanku untuk menelepon orang tuanya biar dijemput pulang. Lalu Ustad kembali ke ruangannya. Al hasil aku berhadapan dengan seonggok daging yang memanas akibat pemanasan global. Beristighfar dalam hati. Datangla sosok yang disegani oleh semua para siswa. Si A langsung terdiam. Mungkin takut. Mu’alim tersebut mencoba menenangkan dan berkomunikasi sama si anak. Alhamdulillah dia sudah bisa dikendalikan. Bayangkan. Sama kepsek dia berani, dengan Mu’alim ini dia tak berkutik. Situasi sudah mulai mereda. Aku tetap memantau anak-anak. Tiba-tiba dia mengambil buku tulis dan mau mencatat soal yang ada di white board yang telah merekah akibat pukulan keras darinya.
Aku menarik napas dan mulai berdendang. “Abang, sini duduk dekat Mu’allimah. Sini Nak. Nanti Mu’allimah kasitahu jalannya. ” Sambil menepuk lantai yang ada disampingku. Dia pun datang mendekatiku. Aku mengelus punggungnya dan kepalanya dengan lembut. Basah. Akibat ekspresinya yang berlebihan tadi. Kubiarkan dia menulis sambil tiduran di lantai agar nyaman dan adem. Allah masih sudi memberi kesabaran level tinggi padaku, alhamdulillah, tadi dalam kondisi berpuasa, kalau tidak, Si A bisa mendorongku dengan kuat atau membantingkan kursi itu ke arahku. Tapi tak jadi.
Dia senang mengerjakan soal, tapi emosinya itu yang buat panas naik ke ubun-ubun. Kepala nyut-nyutan sampai berdengung ke telinga. Wali kelasnya pernah bercerita padaku, kalau dia hampir mau loncat dari lantai kedua. Bayangkan kawan!
Alhamdulillah, dia menyelesaikan soal walau dengan perlahan dengan arahanku. Padahal ini adalah ulangan harian! Semua temannya juga meminta arahanku. Dengan senyum dan nada yang agak mendayu kuberikan arahan satu persatu.
Pusing kepalaku. Oyong. Tapi kutegakkan kepala untuk terus berada disampingnya. Bel istirahat kedua berbunyi. Temannya yang lain sudah berada di masjid untuk salat zuhur. Sedangkan dia mau memulai makan siang. Kuijinkan. Agar tak ada masalah lagi.
Di les terakhir, tenagaku sudah mulai menurun, tapi harus masuk untuk menyelesaikan tugas. Untuk di kelas 4 ini ,tak ada yang separah dia, walau semua punya hobi teriak, lari sana, lari sini. Wajah-wajah lugu mereka yang membuatku masih bertahan. Kuselipkan nama Si A dalam do’aku agar kelak tak membuat masalah lagi. Aku masih berharap, suatu saat dia menjadi anak soleh dan jadi teman karib dari Si B, teman yang sering diajaknya berduel.
Itulah kawan, hari-hariku yang penuh tawa, tangis, keringat, teriak, muka bengong, keantusiasan, semangat, kegerahan dan kelucuan serta kepolosan dari mereka. Jadi teringat. Si A pernah bertanya hal yang seharusnya belum pantas ditanyakan oleh seorang anak SD. Dunia sudah sangat kritis rupanya!
Saat itu suasana hatinya lagi adem. Makanya aman terkendali. Pertanyaannya adalah “Kalau bayi keluarnya dari mana mu’allimah???” padahal saat itu membahas sistem pencernaan. Segera kualihkan dengan “Nanti ada bab khusus untuk mempelajarinya, sekarang fokus sama saluran pencernaan dulu ya! Siapa yang tahu penyebab penyakit diare???” Mereka pun semangat menjawab pertanyaanku dengan tunjuk asbes.
Kantuk menyelimuti mataku. Aku terbuai dan membiarkan my bluish menyala dan fb-ku masih on line. Beduk magrib tak terdengar. Ibuku memanggil namaku. Tersentaklah aku lalu menuju meja makan. Dengan segelas teh manis aku pun berbuka. Sepotong pisang goreng membuat berbuka semakin nikmat. Selesai salat magrib, aku makan malam dengan ayah, ibu dan adik lalu bersiap untuk salat isya.
Malam ini, walau kondisi badan kurang fit, aku tetap mau melanjutkan naskah walau hanya satu kalimat, tapi BBHB hari ini mantap tenan bisa full. Semoga aku tak ketinggalan deadline. Bisa mengirim tepat pada waktunya. Aku mau fokus untuk tiga lomba saja dulu. Karena tugasku juga ada di luar dunia penulis. Semoga semua dapat diselesaikan dengan baik. Perencanaan yang baik bisa membuatmu sukses, kata PP Jon, plus menurutku yang paling penting harus fokus. Konsentrasi!!!! Semoga dapat menghasilkan karya yang memukau di dunia nyata dan maya, walau perlahan, tersendat, terjerat, terpleset namun hatiku sudah kekeh di dunia penulis dan akan terus berusaha di tengah kebimbangan dan pandangan sepele dari orang lain. Inilah aku dengan segala kekurangan. Semangka!!! (Semangat karena Allah)