Parungpanjang, 8 September 2011
Ini adalah hari ke enam pasca aku terjatuh sehingga kakiku keseleo dan bengkak. Punya kaki yang cidera itu sama sekali gak enak. Kemana-mana susah. Ditambah lagi kaki kanan yang mengalami cidera. Padahal, untuk melakukan pijakan dan tumpuan adalah fungsi dari kaki kanan. Hari pertama kaki menjadi bengkak, aku sama sekali tak bisa menggunakan kaki kananku untuk menapak. Terpaksa, jalan pun aku harus melompat dengan satu kaki. Jika sudah merasa kesulitan, aku meminta bantuan Adik untk menopang dan membantuku jalan. Saat mandi yang biasanya adalah kegiatan favoritku, berubah seperti menjadi bencana. Aku tidak bisa berdiri tegak diatas kedua kakiku! Melepas dan mengenakan celana kembali saja susah. Ditambah, aku kesulitan untuk sekedar berjongkok. Bahkan, aku harus membawa bangku untuk membantu rutinitasku di kamar mandi. Aku kesal sekali!
Rasa kesalku berubah menjadi frustasi ketika aku kesulitan untuk duduk diantara dua sujud dalam sholatku. Sakit dan sulit sekali untuk menekuk kaki kananku. Maka, di rakaat pertama sholat zuhur dengan penuh marah ku buka mukena dan ku campakkan ia begitu saja. Aku marah!
Dalam amarahku, air mataku mulai bercucuran. Di kamar nenek, aku mulai menangis sambil menutup wajahku dengan bantal. Aku kesal, marah, kesakitan! Di luar sana sepupu-sepupuku yang masih kecil berlarian dengan riang. Ah...makin iri saja aku ini!
Namun dalam tangisku, aku kembali mengenang sesosok nenek yang ku lihat saat aku sholat Isya di masjid. Nenek itu terlihat normal, keriput, tua dan punya aroma khas seperti lazimnya seorang nenek. Mataku mulai tertarik memperhatikannya ketika ia menarik sebuah bangku kayu kecil untuk duduk saat berzikir. Ah, ada apa dengan nenek itu pikirku? Sesampainya di rumah, aku mencari Bulik dan bertanya tentang nenek itu. "Dia luka punggungnya karena terjatuh. Sudah operasi berjuta-juta namun hasilnya tetap saja begitu, tidak membaik. Maka, nenek itu pun selalu membawa bangku setiap sholat.
Ah, rasanya aku malu sekali terhadap nenek itu karena sudah berlaku cengeng. Usiaku masih sangat muda namun aku terlalu cengen hanya karena kaki kananku bengkak. Sama sekali tak sebanding dengan beliau yang renta namun masih berusaha untuk menunaikan kewajibannya.
Belum selesai rasa malu di hati dan pikiranku hilang, Nenekku kedatangan tamu. Bukan tamu biasa karena awalnya, ku anggap tamu itu pengemis. Pakaiannya yang kumal, matanya yang tak normal, cara jalannya yang diseret dengan tangan menekuk ke depan. Nenekku menyambutnya hangat sementara aku terdiam di tempat dudukku. Ya Allah, ternyata masih ada dan banyak yang jauh lebih menderita dari aku...
Dari cidera kaki ini aku banyak belajar. Bahwa kesehatan dan kesatuan tubuh sangatlah penting. Namun lebih penting lagi adalah tidak menggunakan kecacatatan tubuh itu sebagai alasan demi tak melakukan apapun. Kini aku telah belajar, bahwa meski saat ini aku tengah cidera tetapi aku tak boleh cengeng dan tetap bersyukur. :)