twitter


8 September 2011

Salam, Kawan :)

Hari ini mulai masuk kerja lagi. Anyway… kerjaan saya juga ada hubungannya sama nulis. Bedanya, kalau di kerjaan saya nulis naskah buat buku anak-anak. Sementara kalo di luar saya nulis fiksi, nulisin diary luar biasa ini, nulis sms, nulis status, nulis hal-hal yang gak penting kalau otak saya lagi buntu, hehe… Oh iya ya, sebenernya kata ‘menulis’ sudah nggak tepat lagi, lebih tepatnya mengetik.

Saya jadi inget pertama kali saya menulis cerita. Benar-benar menulis, yang pake bolpen, sama pensil, sama kertas yang bisa ditulisin. Waktu itu saya masih SD. Saya menulis ceritanya di sebuah notes kecil yang biasa digunakan sebagai buku Pramuka. Sampai 3 buku karena ceritanya panjang banget nget nget, hehehe…. Saya masih inget lho ceritanya. Tentang putri yang dipaksa pergi dari kerajaannya karena perang. Sang putri yang awalnya merasa sebagai anak tunggal ternyata memiliki 12 orang kakak. Dia harus menemui kakak-kakaknya yang tersebar di seluruh wilayah kerajaan, dan bahkan ada yang sudah memiliki kerajaan sendiri untuk menyelamatkan dirinya. Ceritanya menjadi menarik ketika putri yang biasanya dimanja dan terbiasa menjadi anak tunggal harus melakukan perjalanan menemukan kakak-kakaknya sendirian. Hehe, so fairy tale ya ceritanya ;p maklum imajinasi anak SD :p. Tapi sayangnya buku-buku itu ilang, gak jelas rimbanya dimana :(

Oh iya, ngomong-ngomong tentang pertama kali. Pertama kali saya berani memperlihatkan karya saya ke orang lain ya waktu saya gabung ke WR. Aneh ya? Nulisnya udah mulai dari SD tapi baru dilihatin ke orang waktu udah lulus kuliah. Apa yang menahan saya selama itu? Jawabannya KETAKUTAN. Saya memang terlalu pengecut selama itu. Saya bahkan selalu deg-degan dan ketakutan sementara menunggu koresksian cerpen pertama saya datang (PP pasti nggak tahu nih, hehehe). Iya, saya takut cerita saya jelek, saya takut cerita saya akan ditertawakan, saya takut mimpi saya akan berakhir kalau ada orang yang bilang saya gak bisa nulis. Saya takut tidak bisa mempertahankan mimpi saya kalau tidak ada orang yang menghargainya. Dan hasilnya memang benar, cerpen pertama yang saya konsultasikan ke Pak Pung Joni berhasil terbantai dengan sukses! Saya melihat banyak darah di lembaran putih cerpen saya. Banyak kesalahan, fatal bahkan.

Lalu apa yang terjadi? Saya pikir saya akan menangis, menyesal sudah mengirimkan cerpen karena kenyataannya cerpen saya gak bagus. Saya pikir saya akan menutup laptop saya dengan keras, dan tidak akan menulis lagi. Cerpen saya terbantai, jelek, saya tidak berbakat, selesai! Tapi ternyata nggak seperti itu. Anehnya, saya merasa senang. Ada yang mau mengoreksi cerpen saya, membetulkannya, memberikan saya saran. Saya katakan pada diri saya sendiri… “Sila, ini belum kiamat!” Yah… cerpen saya memang jelek, masih banyak salahnya, saya mungkin memang tidak berbakat…
LALU KENAPA?
Bukan berarti saya nggak bisa belajar kan? Bukan berarti cerpen saya tidak bisa diperbaiki kan? Bukan berarti saya tidak bisa jadi penulis kan? Jadi bukannya berhenti menulis, saya malah seperti dapat tambahan energi untuk membuktikan kalau saya bisa! Kalau lama-kelamaan warna merah di lembaran putih cerpen saya itu akan berkurang, dan suatu saat akan hilang! Mungkin butuh waktu yang tidak sebentar, tapi saya tidak akan berhenti. Kenapa juga saya ingin berhenti, bukannya ini mimpi saya? Kalau saya berhenti, siapa lagi yang mau mewujudkan mimpi itu? Orang-orang lain kan tidak bisa diganggu, mereka juga sedang sibuk jatuh bangun mengejar mimpinya.

Balik ke persoalan menulis tadi,saya belum tahu apa saya akan tetap menulis hingga saya tua nanti. Tapi saya berdoa, semoga saya lahir dengan kutukan tidak bisa jauh-jauh dari bidang kepenulisan. Saya senang kalau dikutuk begitu sama Tuhan. Bahkan kalau mungkin di usia senja nanti, saya hanya menjadi perempuan tua yang menunggu perpustakaan atau toko buku pribadinya. Atau mungkin nenek-nenek yang gemar nulis-nulis surat pembaca di koran, saya masih bersyukur :) Selama saya masih bisa menulis. Menulis diary untuk anak-anak saya (kalau mereka mau baca sih :p), menulis cerita untuk cucu-cucu saya, menulis surat-surat cinta untuk para sahabat saya. Selama saya masih bisa menulis dan bermanfaat bagi orang-orang yang saya sayangi, saya pasti akan tetap bersyukur :)

Satu hal yang saya sadari tentang menulis, setelah saya bergabung dengan kampung penuh cinta Writing Revolution ini. Bahwa menulis itu sama seperti menyalakan kembang api. Menulis bukan untuk disimpan di lemari demi memuaskan ego kita sendiri. Akan lebih indah dan bermanfaat jika kita membagi dan menikmatinya dengan banyak orang. Menulis juga sama adiktif-nya seperti menyalakan kembang api. Ketika kita berhasil menyalakan satu, kita menjadi tidak sabar untuk menyalakan kembang api-kembang api yang lain. So guys, keep on writing :) atau kalau kamu tidak suka menulis, keep chasing your dream, no matter what… jangan takut, jangan menyerah :)

Baiklah, sepertinya tulisan saya udah kelewat panjang ya? (nengok atas, hehe.. :p) Di akhir B2HB kali ini saya ingin mengutip kalimat menarik yang baru saya baca (lagi) hari ini…

“Tuhan, saya tahu Engkau tidak akan memberikan keajaiban pada hamba-Mu yang lemah. Karena itu… saya tidak akan menyerah!”  -M. Arief Budiman-

Sampai ketemu lagi besok ya, Kawan :D

End of report – Silananda
8 September 2011, di tempat kerja saya, Malang

0 Coment:

Posting Komentar