twitter


28 september 2011

Hari ini sepulang mengajar di sekolah, aku ada jadwal mengajar privat. Sebenarnya jadwal hari ini lumayan padat, tapi mengingat kewajiban, aku melangkah semangat. Alhamdulillah, doaku dikabulkan. Hari ini berjalan lancar dan penuh semangat.

Aku ingin segera sampai di rumah, ketika dalam perjalanan rumah, adikku mengirim pesan yang isinya mau menjenguk kakak iparku di rumkit. Sebenarnya, aku ada niat mengunjunginya besok sore. Kerjaanku juga masih ada yang belum kelar, membuat soal mid semester. Semalam sudah kucicil 155 soal, ini mau ditambah 105 soal lagi karena besok dikumpul. Belum lagi merevisi naskah tole udinku yang masuk nominasi karena besok batas pengiriman. Batas amunisi modemku akan berakhir jam 12 malam ini. Besok belum tentu bisa mengisinya karena persediaan kocek menipis. Mau membuat jadwal ujian praktek dan tulisan  dan masih banyak lagi. Tapi, setelah dipertimbangkan, besok juga ada kerjaan yang harus diselesaikan. Akhirnya aku menerima tawaran adikku pergi sore ini.
    Aku sampai pukul 5 sore, aku segera mandi menunggu adikku pulang. Adikku tiba pukul 05.30 sore, kami pun segera meluncur dengan motor. Suara azan berkumandang, kami salat di masjid baru naik ke lantai enam, tempat kakakku dirawat. Sampai disana, kulihat dia baik-baik saja. Dia sedang berbincang dengan kawannya. Beberapa saat, kawannya permisi untuk menunaikan salat magrib. Tetangga yang menjaganya juga permisi untuk salat. Adikku disuruhnya untuk membeli nasi di luar karena tidak selera dengan makanan dari rumkit.
“Ka, sinilah.”
“Apa kak?” kujawab sambil duduk di kursi yang terletak di samping tempat tidur.
“Mendekatlah.”
Aku pun mendekat. Tiba-tiba terdengar suara parau dan bulir-bulir bening itu keluar dari sudut matanya.
“Ka, kenapa Allah memberi cobaan yang bertubi-tubi pada hambaNya?” tanyanya sambil menangis. “Apa karena kakak banyak dosa, sehingga Dia marah?”
“Kak, justru karena Allah sayang sama kita, makanya diberi cobaan. Allah tak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambaNya. Karena kakak kuat dan istimewa makanya diberi cobaan. Allah sayang sama kakak.” Aku mengusap pundaknya, menghapus air matanya, membiarkan dia mengeluarkan isi hatinya. Aku berusaha menguatkannya, memberi semangat dan doa. Kak, sebenarnya air mataku hampir mau jatuh jua, tapi kutahan.
Pukul sudah menunjukkan pukul 8 malam, aku pun permisi pulang. Sepertinya dia enggan melepaskannya, dia ingin bercerita banyak. Dia kembali segugukan ketika aku menyalaminya dan mencium pipinya. Kak, aku masih mau disampingmu mendengarkan keluh kesahmu, namun aku harus pulang, ada kerjaan yang harus kutuntasakan malam ini. Rintik hujan yang turun saat pulang, menemaniku untuk berzikir atas kesembuhanmu. Tegarlah, Allah bergantung pada prasangka hambaNya.
Aku sangat bersyukur, rasa letihku hilang setelah melihat dan mendengarkan curhatan kakak sekaligus bisa membuat dia jauh lebih plong. Bisa menumpahkan kegalauan hatinya padaku. Allah melihat dan mendengar doa-doamu. Bersabarlah. Penolakanmu terhadap yang batil membuatmu sudah istimewa. Tetaplah seperti itu! Ada yang ia ungkapkan, sungguh membuat nurani tersentak, lirih dan takjub. Beri dia ketegaran dan kesembuhan ya Rabb. Aku juga ingin memberi kata-kata penyemangat untuk abangku yang menjaga kedua putranya di tengah cobaan ini. Abangku mungkin sedang dilema, melihat kondisi istri yang sakit ditambah ada masalah internal.  Dikesempatan lain akan kujabarkan pelajaran berharga dari curhatan kakakku tadi. Wow, sudah pukul 9 lewat aku harus menyelesaikan soal-soal, kalau tidak, aku bakalan kena tegur sama atasan. Semangkaaaaaaaaaaaaaa

0 Coment:

Posting Komentar