twitter


Sebenarnya niatku hanya ingin mengingatkan dan meredakan. Namun, jiwa yang digenggam amarah, memang punya sensitivitas yang sangat tinggi. Jadi, saat Aku komentar "Astaghfirullah, jangan marah, jangan marah, jangan marah" di status salah satu teman Facebook, di balas dengan komentar yang tidak mengenakan di hati. Aku masih ingat, api amarah sedang membara di hatinya. Maka, mencoba sesantun mungkin komentar balasan kutulis.

Sepenggal cerita tentang berbalas komentar di sebuah jejaring sosial yang memancing amarah. Walaupun sebenarnya ini kali pertama bagiku. Tapi, aku kerap menemui hal seperti ini di beberapa dinding temanku yang lain.

Bahasa lisan dan bahasa tulisan memang memiliki tujuan yang tidak berbeda. Yakni menyampaikan isi pikiran, baik pesan, amanat, ide dan lainnya. Sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi tentunya. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Bahasa lisan atau percakapan langsung, dalam pengucapannya didukung oleh mimik wajah, gesture tubuh dan intonasi suara. Sehingga isi pikiran, ide atau informasi yang ingin disampaikan bisa sangat jelas diterima oleh lawan bicara. Sisi kekurangannya adalah spontanitas, yang kadang sulit terkontrol bagi sebagian orang, termasuk aku. Hasilnya, ada saja beberapa kata yang kurang pantas terlanjur terlontar. Lalu, sakit hatipun tak terhindar. "Kan bisa minta maaf". Ok, memang kata maaf ampuh sebagai penawar. Namun, terkadang itu saja belum cukup. Tergantung seberapa besar dan parah sakit hati itu sendiri. Dan mungkin, masih butuh bantuan waktu untuk menyembuhkannya.

Di sinilah bahasa tulisan lebih unggul dari bahasa lisan. Kenapa? Karena bahasa tulisan sangat dapat dikontrol sebelum sampai pada orang yang dituju. Sebelum mengirim pesan, melaui SMS, inbox di Facebook atau Email, komentar atau yang lainnya, tulisan bisa dibaca ulang, diteliti perkata. Dari sini kita bisa meminimalisir kesalahan, dan jika sudah yakin barulah tombol kirim ditekan. Hanya aksara di atas perantara, tanpa air muka, gesture dan intonasi tentunya. Ya, itu merupakan salah satu kekurangan dari bahasa tulisan. Karena itu juga,  tak jarang orang salah menafsirkan makna pesan yang diterima, yang akhirnya berujung salah paham. Dan sebagai manusia yang tempatnya salah dan lupa, kesalahan dalam menggunakan bahasa tulisanpun bisa saja terjadi.

Seperti pengalamanku dan juga mas Taat temanku. Saat membaca status teman di Facebook yang ditulis dengan kepala bertanduk, kamipun berniat meredakan dan menghibur. Beberapa kalimat kami tulis sebagai rasa keprihatinan dan ingin mengingatkan. Yang kami dapat malah respon yang cukup untuk membuat kami mengelus dada.

Akhirnya, kembali kepada masing-masing pribadi. Lebih bijak dalam menghadapi berbagai macam permasalahan yang hadir adalah pilihan tepat tentunya. Agar dapat mengendalikan lisan atau tulisan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan lingkungan.

Cikarang, 28 September 2011

0 Coment:

Posting Komentar