Senin, 12 September 2011
Tembakau yang sudah mulai dipangkas membuat sawah begitu gersang. Perjalanan selama kurang lebih dua jam melayangkan pikiranku. Semua yang kulihat tak pernah berubah. Selalu itu. Bosan pun merayapi pandanganku. Tapi, meski begitu aku tak pernah absen untuk mengagumi karya-Nya. Tiap kali melakukan perjalanan, jiwaku selalu menyatu dengan alam. Daerah kabupatenku terlewati sudah. Tiba saatnya memasuki area kabupaten lain.
Hamparan padi mulai menguning. Rinai hujan sirami jalan. Bau tanah pun tercium jelas. Daerah Bangkalan selalu tersirami hujan meski di kabupaten lain hujan belum datang. Saat ini di tempatku sangatlah panas. Tapi di Bangkalan semuanya sejuk.
Dalam kendaraan yang begitu sesak napas dan peluh penumpang, membuatku harus ekstra tahan napas. Aroma minyak telon yang selalu menemaniku saat perjalanan, membuatku sedikit lega. Hampir tak ada ruang gerak dalam kendaraan. Oh, betapa panasnya tempat dudukku. But, all izz well...
Akhirnya aku bisa menghirup udara segar saat turun dari kendaraan. Oh, betapa lega badanku. Kutuntun langkahku menuju rumah nenek yang berjarak kurang lebih 5-10 menit dengan berjalan. Kulewati jalan kelinci yang tiap pagi dijadikan pasar oleh warga sekitar. Satu persatu rumah warga pun menjadi saksi bahwa aku melewati jalan mereka.
Sesampainya di rumah nenek, kuselonjorkan kakiku di kursi. Bahuku yang penat saat menggendong ransel, mulai meregang. Air putih yang selalu kubawa dalam botol, ikut menyegarkan tubuhku.
Saat hati mulai tenang dan jiwa mulai melayang, nenek menghampiriku. Berita yang dikabarkannya membuatku lunglai seketika. Mbah Pi yang tinggal tak jauh dari rumah Nenek meninggal. Hari ini adalah 3 harinya beliau.
Ya Allah, saat hari raya kemarin aku masih melihat wajahnya dan mencium tangannya. Beliau kelihatan masih sehat meskipun tak sesehat saat mudanya. Ternyata itu pertemuan terakhirku dengannya. Ya Allah, berilah ia tempat di sisi-Mu. Amiin...