KEHILANGAN ”KATA AMBISI DAN SEMANGAT JUANG”
Oleh: Ali Musafa
Diam-diam aku teringat sebuah kejadian beberapa hari yang lalu, saat pulang dari kantor saat istirahat siang. Kebetulan jam istirahat siang kantorku cukup panjang,. Yaitu dari jam 12.00 sampai jam 15.00. Dan seperti biasa aku pun pulang ke kos-kosanku (Tempat favoritku yang biasa untuk menulis dengan ditemani suara kipas angin dan galon air mineral. Hehehe... ). Namun siang itu aku tidak bergumul dengan tulisan-tulisanku. Aku lebih memilih leyeh-leyeh sambil mendengarkan musik. Hembusan kipas angin yang cukup sejuk di teriknya siang membuat mataku terkantuk-kantuk nyaris tertidur.
Tiba-tiba terdengar suara nyanyian yang nyaring dengan diikuti suara irama petikan gitar yang sumbang. Kontan, aku pun terjaga. Dengan agak setengah sempoyongan melongok kearah bawah depan rumah ibu kosku lewat jendela (Kebetulan kamar kos-kosanku ada di lantai dua bagaian depan). Terlihat olehku seorang pengamen dengan keringat berewesan. Setelah ibu kosku ngasih uang dia pun pergi dan berpindah kerumah yang lain di sebelah.
“Semangat amat tuh pengamen cari duitnya.” Tiba-tiba tanpa sadar aku bergumam.
Dari kejadian tersebuat tiba-tiba aku terusik kembali untuk mengingat masa lalu saat masih sekolah SMA. Saat itu aku aku harus berjuang keras untuk bisa membiayai sekolahku dengan menjadi tukang ojek. Saat itu hidup terasa penuh “Semangat perjuangan dan ambisi.” Rasanya berbeda jauh dengan apa yang aku alami akhir-akhir ini. Untuk menyeleseikan satu buah cerita pendek aja butuh berhari-hari dan berminggu-minggu. Kadang baru bebrapa paragraf ataupun halaman terasa udah megap-megap. Dan ambil alih dengan tema yang lainnya. Hingga bertumpuk-tumpuk tulisan yang harus diseleseikan.
Dan diam-diam saat melihat wajah yang berpeluh si pengamen itu. Aku jadi berpikir, Sepertinya aku telah kehilangan “KATA AMBISI DAN SEMANGAT JUANG” yang pernah aku miliki dulu dalam diriku.
Dan aku berjanji untuk menemukannya kembali.
Jakarta, 11 September 2011
Oleh: Ali Musafa
Diam-diam aku teringat sebuah kejadian beberapa hari yang lalu, saat pulang dari kantor saat istirahat siang. Kebetulan jam istirahat siang kantorku cukup panjang,. Yaitu dari jam 12.00 sampai jam 15.00. Dan seperti biasa aku pun pulang ke kos-kosanku (Tempat favoritku yang biasa untuk menulis dengan ditemani suara kipas angin dan galon air mineral. Hehehe... ). Namun siang itu aku tidak bergumul dengan tulisan-tulisanku. Aku lebih memilih leyeh-leyeh sambil mendengarkan musik. Hembusan kipas angin yang cukup sejuk di teriknya siang membuat mataku terkantuk-kantuk nyaris tertidur.
Tiba-tiba terdengar suara nyanyian yang nyaring dengan diikuti suara irama petikan gitar yang sumbang. Kontan, aku pun terjaga. Dengan agak setengah sempoyongan melongok kearah bawah depan rumah ibu kosku lewat jendela (Kebetulan kamar kos-kosanku ada di lantai dua bagaian depan). Terlihat olehku seorang pengamen dengan keringat berewesan. Setelah ibu kosku ngasih uang dia pun pergi dan berpindah kerumah yang lain di sebelah.
“Semangat amat tuh pengamen cari duitnya.” Tiba-tiba tanpa sadar aku bergumam.
Dari kejadian tersebuat tiba-tiba aku terusik kembali untuk mengingat masa lalu saat masih sekolah SMA. Saat itu aku aku harus berjuang keras untuk bisa membiayai sekolahku dengan menjadi tukang ojek. Saat itu hidup terasa penuh “Semangat perjuangan dan ambisi.” Rasanya berbeda jauh dengan apa yang aku alami akhir-akhir ini. Untuk menyeleseikan satu buah cerita pendek aja butuh berhari-hari dan berminggu-minggu. Kadang baru bebrapa paragraf ataupun halaman terasa udah megap-megap. Dan ambil alih dengan tema yang lainnya. Hingga bertumpuk-tumpuk tulisan yang harus diseleseikan.
Dan diam-diam saat melihat wajah yang berpeluh si pengamen itu. Aku jadi berpikir, Sepertinya aku telah kehilangan “KATA AMBISI DAN SEMANGAT JUANG” yang pernah aku miliki dulu dalam diriku.
Dan aku berjanji untuk menemukannya kembali.
Jakarta, 11 September 2011