twitter


Minggu, 11 September 2011

Matahari cukup terik. Semilir angin yang berhembus pun tak mampu meneduhkan apapun. Kecuali, jemuran di samping rumahku mulai tampak kering sejak pukul 09.00. Pekerjaan rumah pun semuanya beres.
Kring… Kring… Kring…
Hape bututku kembali berdering. Ketika kulihat sebuah nama tak asing. Aku pun segera mengangkatnya. Di balik teleponnya, memberi kabar gembira.
“Insyallah, bakda ashar nanti saya akan ujian skripsi. Mohon doanya ya, Dek.”
“Doa adek selalu menyertaimu. Semoga lulus dan mendapat nilai yang terbaik. Amin.”
Pembicaraan pun berakhir. Lagipula, aku juga mau siap-siap mau kondangan dekat rumah.

Tepat pukul12.30, aku pun siap-siap dandan dan hunting ke tempat resepsi pernikahan teman dekat rumah bersama. Beginilah, resiko kondangan dekat rumah. Kemana-mana pasti selalu mama. Walau sering di bilang anak mama. Aku merasa nyaman. Kali ini, aku kondangan lebih memilih pakaian serba hitam. Jangan bilang mau berkabung. Soalnya lebih simple.
“Mah, bawa motornya hati-hati ya,” pesan Mama yang sedang duduk di belakangku.
“Iya, Ma.”
Sambil mengendarai motor, aku harus berhati-hati. Karena trauma pernah diserempet mobil orang. Sampai gak mau bertanggung jawab lagi, :(

Belumlah sampai tempat tujuan. Aku sudah mencicipi jalanan yang berdebu dan sinar mentari yang cukup terik banget. Sampai kulitku rasanya seperti terbakar.
Sesampainya, di tempat resepsi pernikahan.
Masyallah, antriannya panjang banget. Hikz, mana kebagian tempat panas pula. Nyebelin banget, rasanya aku mau teriak. (Woy, ada yang payung gak, gue mau minjem nih!!)
Tak berapa lama, antrian pun berganti. Aku segera menyambar sebuah piring dan beberapa lauk. (Edisi mau gemukin badan. Alhasil, tetap gak ada yang berubah)
Celingukan nyari tempat duduk. Ternyata penuh semua. Eit, ada yang berbaik hati lagi.
“Bu, duduk sini,”
Aku dan Mama segera menghampirinya.

“Terima kasih, Ce.”
”Sama-sama,”
“Berdua saja ya,”
“Iya,”

Tanpa banyak kata, aku langsung melahap makanan yang sudah tersedia. Sedang asyik melahap. Ada seorang Cece membawakan dua buah eskrim coklat.
“Hmm, makan gak… makan gak… hikz, rasanya menggiurkan. Tapi, kok ada coklatnya. Padahal, aku anti banget sama coklat.”
“Mah, di makan es-nya.” tawar Mama kepadaku.
“Iya,” jawabku
Akhirnya, dengan terpaksa aku pun segera melahap es krim cokelat. Sambil menutup mata menelannya.
“Cukup, kali ini saja deh. Pokoknya aku gak doyan sama es krim cokelat. Kalau rasa yang lain, it’s ok. No problem.

I Hate Ice Cream Chocolate. :(

*Palembang, suasana  musim kemarau mulai merayap.

0 Coment:

Posting Komentar