twitter




13 September 2011
Lelaki Lembut Hati

Ruh, mendadak libur dan mendadak kurang enak badanku hari ini membuatku mengunci diri di kamar seharian. Rencana hiking ku batalkan, begitu juga dengan ajakan teman untuk ke pantai ku tolak. Aku hanya ingin satu hal, TIDUR!

Ah, Ruh… Ternyata aku tak bisa tidur siang. Hasilnya cuma gulang-guling di ranjang sambil baca buku. Benar-benar malas akut. Kalau ada lomba malas-malasan hari ini pasti akulah pemenangnya. Lha untuk bangun makan saja malas, kok. Hihi.

Di rumah hanya ada Bapak (baca: Majikan laki-laki) dan Abi (bayi berusia 4 bulan). Ibu bekerja dan Nenek pergi bersama temannya. Lengkap sudah sepinya rumah. Eh, tunggu Ruh, nggak sepi juga sih ada suara tangis Abi yang rewel.

Aku tak tahu, Ruh. Bagaimana selama ini jika kutinggal libur. Aku hanya mendengar cerita Nenek, Abi rewel, dsb. Jadi penasaran juga. Pelan-pelan ku buka pintu dan mengintip apa kegiatan Bapak dan bayinya.

Subhanallah…
Aku benar-benar terharu, Ruh. Aku lihat Bapak memandikan bayinya. Belum selesai memakai baju, si bayi BAB. Ranjang dan handuk kotor oleh BAB Abi. Bapak membersihkannya dengan telaten, tanpa terdengar sedikit pun keluhannya atau kejengkelannya pada Abi.

“Wah, Abi… Lain kali tidak boleh begini. Kotor semua.” Ucapnya sambil tersenyum menggendong Abi.

Selesai mengganti baju  Abi dan sprei, Bapak menyalakan mesin cuci masih dengan menggendong bayinya. Tak lama kemudian terdengar tangis Abi. Ku intip lagi. Ternyata Abi ditidurkan di ranjang dan Bapak membuat susu. Kebiasaan Abi kalau lapar memang menangis.

Di dalam kamar aku menghela napas, Ruh.
Siapa bilang lelaki tak bisa lembut hati? Hari ini aku benar-benar menyaksikan kelembutan seorang lelaki, Ruh. Bapak yang seorang Polisi, ternyata bisa bersikap keibuan dan penuh kasih sayang terhadap anaknya. Ah, mungkin setiap lelaki memiliki kelembutan, ya, Ruh? Hanya tak semuanya bisa membuang rasa gengsi. Malu kalau menjadi lelaki lembut, takut dianggap tidak jantan. Ah, itu kan hak mereka.

Entah berapa lama aku tertidur, Ruh. Efek minum obat. Mungkin sekitar satu jam. Ku perhatikan jam dinding menunjukkan jam 2 siang. Aku dengar suara Abi menangis keras sekali. Sepertinya Abi sedang merajuk.

“Abi… kamu maunya gimana? Papa bingung, Nih. Diam, ya, sayang… “

Akhirnya aku keluar dari kamar, Ruh. Tak tega mendengar tangis Abi.

“Loh, kamu belum berangkat libur, Yul?”

“Belum, Pak. Sini biar Abi ku gendong. Mungkin dia ingin tidur.”

“Wah, Terima kasih. Kebetulan aku lapar, dari pagi belum sempat makan. Abi rewel.”

Ruh, aku benar-benar salut pada kesabaran Bapakku. Aku kagum dengan kelembutan hatinya. Jujur, Ruh, aku menyukai lelaki yang lembut hati. Bagiku mereka istimewa. Rasanya aku ingin menyampaikan pada semua lelaki, jangan pernah malu untuk bersikap dan bersifat lembut. Karena kelembutan bukan suatu kelemahan, justri itu satu keistimewaan.

Ruang Ungu Hatiku
23:00Pm

0 Coment:

Posting Komentar