twitter


NB: Klo karya ini kepanjangan gpp gak di masukkan yang penting bagiku bisa berbagi dan sharing tentang kehidupan dengan kawan-kawan semua.

Ebin & Polol nama kecil atau nama panggilan kesayanganku.

Memo, 13 September 2011

SHELDON         
: KESETIAAN SHELDON 'SANG ANJING PENJAGA'


           TIAP SUBUH dia seperti memberi warning untuk membangunkanku, menyalak berkali-kali dan kakinya di gedor-gedorkan kepintu. Sejak mengenal dia aku tidak pernah lagi ketinggalan, bisa sholat subuh dulu sebelum ke sekolah yang harus kutempuh selama satu jam perjalanan jika naik
mini bus. Dia selalu berlari riang mengantarkanku pergi sekolah. Sebelum aku naik mini bus dia belum beranjak pergi dari sisiku. Tapi setelah aku naik minibus aku teriak kamu pulanglah sekarang dia menunduk dan nanar matanya seolah tidak rela aku jauh dari dia.
            Keindahan persahabatan yang tidak terganti oleh binatang peliharaan lainnya, walau rumah penuh beraneka piaraan seperti Python, trenggiling, monyet kelinci, kucing dan elang. Anjingku bernama Sheldon, orang kampung lebih mengenalnya dari mengenal pemiliknya sendiri. Kesetiaannya kepada keluarga kami telah di persembahkan selama 17 tahun.
          Didikan disiplin yang di tanam sejak dia kecil membuat dia tidak pernah berani masuk ke rumah walau belulang dan nasi kaldu sapi kesukaannya ada di hadapan dia. Sheldon kembar 3 bersaudara berukuran lebih besar dari anjing pelacak pilihan, selalu berpuasa di siang hari. Dia seperti punya kelainan lebih suka memimpin koloni anjing-anjing liar jantan.
          Begitu banyak mengalah dan tidak pernah menghiraukan anjing betina. Padahal yang datang ke rumahnya itu berganti-ganti anjing betina. Tapi dia selalu kasar mengusirnya dengan lolongan garang.

Terlalu banyak orang sirik karena kecerdasannya. Sampai suatu ketika dia tidak pulang rumah berhari-hari. Sudah 7 subuh dia tidak membangunkanku lagi. Aku menangis sedih, kolokan[1] dan sifat kerasku membuat seisi rumah
kalang kabut.

          Di hari ke 9 pak puh[2] terengah-engah membawa seonggok jasad, aku berlari menghambur terlupa apa yang di bilang najis dan sebagainya. Aku gak mau anjingku mati. Kalau dia pergi sapa yang mengantar aku tiap subuh melewati pematang sepi. Cuma dia yang paling mengerti aku inang[3], akupun menangis sejadi-jadinya.
          “Genduk, cup cup.. mung segawon[4] kok ditangisi. Makan dulu sayang?” ujar inang dan pak puh bergantian mencoba membujuku. “Tidaaakkk.” Tanpa pikir panjang lagi aku menyeret anjing besar itu masuk ke Catana dan membawanya secepatnya ke dokter hewan terdekat.
            Diagnosa dokter mengatakan ada pukulan keras dari benda tumpul di kepalanya, menyebabkan dia koma. Aku menangis sejadi-jadinya membuat perawat dan dokter itu kebingungan menenangkanku. “ Miss, bawalah dia pulang berikan obat ini secara rutin, usahakan pada suhu kamar yang selalu hangat.”
            Berhari-hari sepulang sekolah aku selalu belikan fresh milk, dan kroket, aku potong kecil-kecil agar Sheldon cepat sembuh. Dia menjadi penakut sejak kejadian itu. Belum pernah aku melihat dia membiarkan Dores[5] mencakarnya hingga menyisakan tiga goresan luka di mukanya. Dia hanya menunduk tanpa pernah bermaksud membalasnya.
           Setelah sembuh, aku membawanya kemanapun dia picnic bersama teman-teman ke balik kambang, dan membawanya jalan-jalan ke punten untuk membeli aneka tanaman hias. Di sepanjang jalan semua sudah familiar banget menyebut namanya. Selincah merpati dia mengekor di belakangku ketika aku memilih aneka mawar. Kurendam kakiku, saat aku selesai memilih pinang merah. Batu Malang mirip surga tiruan, penuh dengan sungai-sungai yang mengalir jernih, bunga seruni memanjakan mata merupakan gradasi diantara warna hijau yang berkilau satin bermandikan cahaya mentari. Aku yang sibuk mengagumi pohon aple yang berbuah merah lebat. Kelengahanku itu membuatku terperosok terjerembab hingga tenggelam dan terbawa pusaran air.
         Tanpa pikir panjang lagi makhluk takut air itu berenang dan menyeretku ke pinggir tapi karena kehabisan tenaga, berganti dialah yang terbawa pusaran palung sungai.
Untunglah tidak seberapa lama ada seorang petani apel yang menyelamatkan Sheldon.
         “Nona, jangan bermain-main lagi dengan bahaya, sungai ini kelihatan tenang dan dangkal. Tapi hampir setiap tahunnya meminta korban. Dengan sabar dia mengoleskan Betadine di atas lukaku. Perih sekali rasanya. Samar-samar dari penutup kepalanya kulihat dia berbeda sekali dengan petani-petani di daerah situ dia seorang pemuda yang sangat tampan dan berkulit bersih rambutnya sedikit gondrong di biarkan tergerai di tiup angin setelah topi penutup kepala itu di buka. “Kenalkan nama saya Ebin. Saya tadi hanya di suruh Ayah untuk bikinkan nota pembelian Anda.”
          “Saya sering ke sini tapi kenapa saya jarang melihatmu di tempat ini.”
          “Saya kuliah Nona hanya Sabtu dan minggu saja membantu ayah mengelola perkebunan ini.”
          “Ebin kuliah di mana, mengambil jurusan apa?”
          “Saya kuliah di Unibraw ambil jurusan Ekonomi Management.”
           Setelah selesai pembelian sayapun pamit. Dia meminjamkan jacket dan memberikan penutup kepala itu di belitkan ke tubuh Sheldon. Diapun berlari ke mobilku. Non ada yang ketinggalan Sekeranjang Golden Apple[6] dan Apel Anna di taruh di sisi Sheldon. Kijangmu dah penuh jangan terlalu over nanti berbahaya.
         Malam itu saya merakit sebuah alarm untuk pagar yang menyatukan rumah Bunda dengan rumah nenek. Hingga jam dua malam kami begadang sambil menikmati kacang hijau panas dan bakwan yang selalu di buat extra banyak buat teman-teman paman yang tidak pernah surut bermain ke rumah jam 2 selesai di pasang. Jam tiga alarm itu bunyi. Seorang mau melompat ke benteng rumahku.
       Rupanya dia pelaku pencurian ayam yang berantai itu. Hampir seluruh kampung pernah ngalami kehilangan. Aku berlari ke tempat itu aku melihat darah berceceran di tanah jarak 10 meter aku melihat pencuri itu pasrah dan tidak bisa salan lagi, rumpun salak itu telah melumpuhkannya di tambah pagar kawat di atas benteng. Aku menyekap Sheldon untuk bungkam biar keberadaan pencuri itu tidak di temukan orang kampung. Yang terbayang di kepalaku adalah anak istrinya mungkin sedang kelaparan menunggu dia di rumah.
      “Pergilah cepat, sebelum orang kampung menghakimimu. Jangan kembali lagi ke tempat ini carilah pekerjaan yang halal. Pergilah.” Aku tunjuk jalan setapak yang membawanya menghilang dari tempat itu.

***

Tapi tiga malam berikutnya saat kami lengah. Pencuri itu datang lagi bersama dua temannya. Kali ini posisi kami sangat lemah.Kita yang seharian browsing bunga di Batu Malang. Karena plg jam sepuluh malam dan sangat capek banget. Memutuskan membatalkan perjanjian bertemu dengan teman-teman semua. Tidur lebih awal karena besok pagi harus antarkan pesanan Bonsai dan Pohon Buah ke rumah-rumah di sepanjang pesisir pantai Pasir putih.
            Malam itu firasatku sungguh tidak enak banget. Sheldon melolong mirip lolongan Srigala menyambut purnama. Ku lihat dr balik tirai dia bersama segerombolan anjing tengah mati-matian melawan gerombolan pencuri yang bermaksud mencokel pintu toko nenek. Malam ini paman sudah tertidur pulas dia memutuskan tidur di kamarnya. Aku melihat Anjingku di pukuli. Ough..Tuhan aku harus menyelamatkan cara.
            Aku lari cepat ke garasi hidupkan Willisku yang memang sejak lama aku pasang sirine mirip sirine Polisi akhirnya aku berhasil membuatnya panik di pikir ada polisi datang mereka kabur. Tetapi kebetulan Pos Ronda pas penuh orang sehingga mereka dengan cekatan telah berhasil menangkap ketiga pencuri itu termasuk diantaranya seorang yang kakinya masih di perban karena lukan. Orang yang telah aku bebaskan telah menghantarkan nyawa anjingku lebih cepat ke Surga.

Sheldon, Izinkan aku memberikan penghormatan tertinggi untukmu. Kubuat pusara menyerupai monumen batu di taman belakang rumah. Kausumbangkan nyawamu demi loyalitasmu[7] pada keluarga kami. Selamat Jalan sahabat terbaikku!

Lower Estate, Hongkong.

0 Coment:

Posting Komentar