BBHB 9 - Amnesia
13 Sep. 11
20’55
Malam ini ijinkan aku mencintaimu dengan sepenuh hati, jiwa dan ragaku jika itu mampu kembalikan Ibuku seperti hari-hari yang telah kulewati bersama.
Sudut ruang tengah bawah jendela ditemani sinar mentari menghangatkan pagi. Kali ini Ibu seperti turis, berjemur menghirup udara segar. Alhamdulillah, sesuatu yang teramat sederhana untuk orang sehat. Aku masih melihat semangat yang tinggi dalam diri beliau.
Sebenarnya aku tak sanggup melihatnya lemah, tapi inilah ketentuan yang harus di jalani dari-Nya. Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Allah tidak akan menguji kita melebihi batas kemampuan yang kita miliki. Sebuah keyakinan yang mampu membuat siapa pun tegak diantara dera duka jika kita mau mengambilnya dengan sungguh.
Tapi aku juga sedikit tersenyum melihatnya yang tiba-tiba nyleneh,
“Jupukne buku yasin di tas biru!”
“Pusing gak moco? Nek pusing pun di woco sik.”
“Gak, Cuma ndelok. Iki kan bukune tipis gak abot.”
Kubuka buku yasin kecil bersampul merah di pangkuannya berikut kaca mata yang kucantolkan di telinga.
“Pusing?”
“Gak. Aku njajal iso moco iki gak. Nek iso berarti sik iso moco Qur’an.”
Jiahahaha ada-ada saja to Mbok. Lha kok nggak bisa baca kenapa? Opo amnesia? Lupa yo belajar lagi kok bingung.
“Lha sik saget mboten?”
“Isik.”
“Alhamdulillah .... Gak amnesia to?!”
13 Sep. 11
20’55
Malam ini ijinkan aku mencintaimu dengan sepenuh hati, jiwa dan ragaku jika itu mampu kembalikan Ibuku seperti hari-hari yang telah kulewati bersama.
Sudut ruang tengah bawah jendela ditemani sinar mentari menghangatkan pagi. Kali ini Ibu seperti turis, berjemur menghirup udara segar. Alhamdulillah, sesuatu yang teramat sederhana untuk orang sehat. Aku masih melihat semangat yang tinggi dalam diri beliau.
Sebenarnya aku tak sanggup melihatnya lemah, tapi inilah ketentuan yang harus di jalani dari-Nya. Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Allah tidak akan menguji kita melebihi batas kemampuan yang kita miliki. Sebuah keyakinan yang mampu membuat siapa pun tegak diantara dera duka jika kita mau mengambilnya dengan sungguh.
Tapi aku juga sedikit tersenyum melihatnya yang tiba-tiba nyleneh,
“Jupukne buku yasin di tas biru!”
“Pusing gak moco? Nek pusing pun di woco sik.”
“Gak, Cuma ndelok. Iki kan bukune tipis gak abot.”
Kubuka buku yasin kecil bersampul merah di pangkuannya berikut kaca mata yang kucantolkan di telinga.
“Pusing?”
“Gak. Aku njajal iso moco iki gak. Nek iso berarti sik iso moco Qur’an.”
Jiahahaha ada-ada saja to Mbok. Lha kok nggak bisa baca kenapa? Opo amnesia? Lupa yo belajar lagi kok bingung.
“Lha sik saget mboten?”
“Isik.”
“Alhamdulillah .... Gak amnesia to?!”