Liburan sekolah yang terlalu panjang sungguh bikin aku bete. Bukan apa-apa, kalau dua jagoan di rumah sudah terlalu lama berinteraksi dalam jarak yang dekat, hampir bisa dipastikan perang saudara akan terjadi. Frekuensinya bisa kayak orang minum obat, tiga kali sehari, capeee deeh ....
Dengan kondisi rumah yang berantakan setelah seminggu ditinggal mudik, teteh yang masih betah banget di kampung, jadilah hal-hal kecil bisa membuat siapa pun bertanduk dan berasap. Hasyah .... Seperti yang terjadi hari ini. Perang saudara betul-betul membuatku pusing dan jengkel. Kadang aku merenung, aku yang terlahir sebagai si bungsu yang manis, kalem, penurut, dan penyabar, bisa berubah menjadi seseorang yang cerewet, heboh, pemarah, ketika dua orang jagoan lahir dari rahimku. Huhuhu, mengapa tiba-tiba kutemukan dua lembar rambut putih di kepalaku? Sudah setua itukah usiaku? Dan mengapa di antara dua alisku kini terbentuk garis tipis, yang menandakan betapa seringnya aku mengernyitkan keningku setiap aku merasa gusar? Herannya, setiap melihat diriku, selalu orang berkomentar betapa sabarnya aku sebagai seorang ibu!
Karenanya, ketika Hana si putri kecil lahir, betapa bahagianya hatiku mempunyai penyeimbang jiwa yang setelah sekian tahun condong ke dunia laki-laki. Walau kini, setelah dua tahun berlalu, aku pun menyadari betapa hebatnya master-master seni kehidupan, yang tidak lain adalah kedua abangnya, mengajari putri kecilku itu menyaingi aku, ibunya.
Kembali ke suasana hatiku yang galau setelah menyaksikan perang saudara di hadapanku, tiba-tiba saja Hana pun menguji kesabaranku dengan ingin mengerjakan semua hal sendiri saja tanpa bantuanku. Ketika ingin kubantu, dia malah berteriak marah dan menatapku tidak senang. Kutatap juga dia dengan tidak senang. Menyadari kemarahan ibunya, tiba-tiba saja Hana bersenandung pelan.
"Jagalah hati .... Jagalah hati ...."
Muka cemberutku seketika berubah menjadi tawa berkepanjangan. Tidak tahan kupeluk dan kuciumi pipinya yang gembil. Terima kasih ya Allah, sudah Kau tegur dan hibur aku lewat lisan putriku kecilku yang cantik. Memang Ibu harus belajar lagi menjaga hati ....
Tangerang, 7 September 2011
Dengan kondisi rumah yang berantakan setelah seminggu ditinggal mudik, teteh yang masih betah banget di kampung, jadilah hal-hal kecil bisa membuat siapa pun bertanduk dan berasap. Hasyah .... Seperti yang terjadi hari ini. Perang saudara betul-betul membuatku pusing dan jengkel. Kadang aku merenung, aku yang terlahir sebagai si bungsu yang manis, kalem, penurut, dan penyabar, bisa berubah menjadi seseorang yang cerewet, heboh, pemarah, ketika dua orang jagoan lahir dari rahimku. Huhuhu, mengapa tiba-tiba kutemukan dua lembar rambut putih di kepalaku? Sudah setua itukah usiaku? Dan mengapa di antara dua alisku kini terbentuk garis tipis, yang menandakan betapa seringnya aku mengernyitkan keningku setiap aku merasa gusar? Herannya, setiap melihat diriku, selalu orang berkomentar betapa sabarnya aku sebagai seorang ibu!
Karenanya, ketika Hana si putri kecil lahir, betapa bahagianya hatiku mempunyai penyeimbang jiwa yang setelah sekian tahun condong ke dunia laki-laki. Walau kini, setelah dua tahun berlalu, aku pun menyadari betapa hebatnya master-master seni kehidupan, yang tidak lain adalah kedua abangnya, mengajari putri kecilku itu menyaingi aku, ibunya.
Kembali ke suasana hatiku yang galau setelah menyaksikan perang saudara di hadapanku, tiba-tiba saja Hana pun menguji kesabaranku dengan ingin mengerjakan semua hal sendiri saja tanpa bantuanku. Ketika ingin kubantu, dia malah berteriak marah dan menatapku tidak senang. Kutatap juga dia dengan tidak senang. Menyadari kemarahan ibunya, tiba-tiba saja Hana bersenandung pelan.
"Jagalah hati .... Jagalah hati ...."
Muka cemberutku seketika berubah menjadi tawa berkepanjangan. Tidak tahan kupeluk dan kuciumi pipinya yang gembil. Terima kasih ya Allah, sudah Kau tegur dan hibur aku lewat lisan putriku kecilku yang cantik. Memang Ibu harus belajar lagi menjaga hati ....
Tangerang, 7 September 2011