twitter


Hari ini aku baru benar-benar sadar, kalau ternyata pembimbing penelitianku di kampus benar-benar menyayangiku. Saking sayangnya, ia membuatku tetap menjadi penghuni setia kampus di saat semua teman-teman seangkatanku mengakhiri masa kemahasiswaanya.

 Instrumen tidak di Acc, aku tidak bisa memulai penelitian. Huff, mungkin dia betul-betul menyayangiku dengan cara yang belum kumengerti. Dan khawatir, kalau aku tidak akan pernah mengerti. Karena begitu sulit hatiku mengalah pada orang yang membuatku melewatkan berbagai kesempatan meraih potongan-potongan mimpiku setelah lulus dari bangku kuliah. Kadang aku berpikir, apa bedanya aku yang hanya mentok pada penelitian terakhir dengan orang-orang yang tak lulus mata kuliah berkali-kali? Tak ada bedanya. Buktinya, aku berjuang dengan mereka sekarang.

Seandainya skripsi adalah perlombaan cerpen, aku sudah lama ketinggalan Deadline. Bahkan mungkin saat ini sudah ada nama-nama para juara berderet di depan mataku.

Tapi…, bukankah cobaan itu datang pada orang-orang yang bisa menanggungnya? Aku yakin, tak banyak orang yang bisa datang ke kampus, sementara ia tidak lagi menemukan teman-teman seangkatannya di sana. Yang ada hanya adik-adik berwajah lugu yang kadang menyisakan senyum untukmu. Dan aku bisa. Dengan do’a menderu-deru di dadaku setiap hari. Di tiap detiknya.

0 Coment:

Posting Komentar