:. BELENGGU MASA LALU HITAM
Oleh: Hylla Shane Gerhana
Terpekur ku di sisi tubuh hitam yang keriput itu, begitu legam. Entah di mana sisa-sisa segarmu yang selama ini begitu aku rindukan. Telah kauabdikan seluruh kesetiaanmu pada keluarga kami, sampai urusan sendiri tak pernah kauabaikan lagi. Kini semua orang bilang begitu langka kalau mau melihat senyumu itu.
Senyum seorang inang sejati yang begitu teduh. Kerinduanku akan senantiasa melihat auramu itulah yang memanggilku kembali dari tidur panjangku, ku pernah mati suri tenggelam namun kekhawatiranmu itulah yang ku tau bukan kekhawatiran biasa melainkan kekhawatiran yang melebihi mama kandungku sendiri. Karena dari kecil aku hanya anak inang tak pernah dekat sama Mama dan Papa.
Tujuh puluh tiga tahun usiamu, terpancar di gurat wajah itu beban dan penderitaan yang tak kunjung padam....kau memilih tak pernah menikah karena tak ingin terulang kembali tragedi malam jahanam itu
"Seandainya Aku menikah saat itu..., mungkin aku juga akan bertemu orang sebengis Bapaku , Nduk!" Itulah kata yang keluar dari tubuh yang kini hanya terbalut kulit itu. Seluruh sari-sari makanan telah di cerap habis oleh diabetesnya. blom lagi darah tingginya yang begitu menyiksa.
Dua kali dia terjatuh, tapi mungkin yang terakhir ini yang memaksanya mau di bawa ke Rumah Sakit. " Nenek, selama jauh, aku sering dengar kamu gak pernah mau kalau di suruh minum obat, dan selalu kamu buang, apa betul semua itu, Nek?"
"Habis mual nduk, makan apapun nggak boleh? Orang minum obat kan harus makan?” tanyanya lagi alisnya meruncing menunggu jawabanku.
''Iya Nek, memang sapa yang ngelarang nenek makan ?" La mereka makan pake rendang, aq hanya di kasih nasi jagung, sayur ma susu kedelai tiap hari.
"Nenek, Bapak dah gak ada, gak ada dokter lagi di rumah ini, nenek nggak boleh makan daging merah dan makanan berlemak nenek kan masih bisa makan ikan, asal jangan ikan bakar ikan goreng atau ikan asin aja, dan dalam sayur pun ada banyak mengandung gizi".
"Nduk Aku ingin cerita padamu, untuk melepas seluruh bebanku sekaligus menjawab semua pertanyaanmu selama ini."
Ok aku dengarkan tapi janji Nenek harus minum obat itu dulu. "Bujukku karena luka tusuk pelepah salak di pipinya akan semakin memburuk kalau bakterinya nggak segera di obati. Luka itu akan meluas ke tempat lain?"
Akhirnya pendekatanku itu di terimanya, dan mulailah ia bercerita:
"Sekitar 51 tahun yang lalu, ketika itu hujan turun begitu derasnya, aku kwalahan menenangkan adikku yang terkecil yang masih berusia 7 tahunan . Dia menangis terus karena takut sama halilintar yang dahsyat menyambar rumbai-rumbai rumah ijuk dan dinding gedek ( anyaman Bambu ) yang lapuk karena hujan deras menerpa. Tiba-tiba dari luar terdengar ada org yang mencukit pintu rumah secara kasar. Ditingkahi suara Emak yang tak kalah gaduhnya.
"Waktu itu Emak, hamil tua. Tapi ga tau setan apa yang merasuki pikiran bapak sehingga tega-teganya dia lucuti seluruh pakean Emak di depan kami. Perut buncitnya itu jadi sasaran tinju dan dan terjangan kuat kaki Bapak sehingga darah segar keluar dari selangkangan emak....begitu deras. begitu merah segar. Membuat ku setengah mati menahan rasa takut tapi aq tertekan dan harus tetap tegar karena g ingin adiku juga merasakan takut yang luar biasa".
"Emak yang telah pingsan itu di cambukin dengan sabuk yang kepalanya dari logam itu". sambil mengeluarkan makian binatangnya. " Dasar sundal keparat, siapa yang ngajarin kamu g percaya sama suamimu ini. Masih kurangkah pengorbananku menafkahi anak - anakmu. lo mirip celeng bisanya makan tidur dan beranak saja bikin masalah . Kalau kamu patuh kan gak akan seperti ini jadinya serahkan itu kalung segalanya akan berjalan baik-baik saja.” kata Bapak sambil terus merajam cambuk tubuh istrinya.
"Itulah Nduk, karena sudah keterlaluan kakakku yang baru 14 tahun , yang sanggup melihat penderitaan emak diapun bermaksud menghentikan apa yang di lakukan Bapak . Tapi dia pun tak pelak dari bantaian Bapak" gemeletuk bunyi tulang retak itu benar-benar membuatku dendam dan benci dengan pria."
Karena ketakutan yang luar biasa akhirnya aku seret adikku lewat pintu belakang untuk lari dari rumah itu.
Perjalanan malam yang memakan waktu hampir 4 hari itu sungguh menyiksa. "Nek 47 km dari arah pantai bajul mati, wilayah songgoriti sana, klo sama mobil saja tanpa henti sekitar 1 jam 45 menit, Nenek tempuh dengan jalan kaki?”
"Bertaruh melawah lebatnya hutan jati dan pinus, yang masih perawan dan sangat terkenal dgn binatang buasnya Nek". Hanya itu yang keluar dari mulutku sambil mengusap airmata dengan saputangan putihku.
Lantas adikmu saat ini di mana? Pertanyaaan naif itu akhirnya keluar begitu saja . sungguh suatu yang mengulang kisah tragedi masa lalu yang seandainya itu menimpa yang lain lom tentu dia bisa bertahan bahkan mungkin sudah gila atau kram otak.
"Dia, meninggal di dekat sendang. Itu di sekitar daerah zeni tempur Purboyo Mbantur , Cah Ayu!!''
“Ouh..maaf, tapi klo gak keberatan apa yang membuat adikmu meninggal Nek?
"Hujan turun 3 hari berturut-turut walau mungkin kita dah temukan rumah penduduk dan sampai tiba di emperan rumah itu". Dingin yang menggigit membuatnya tidak sanggup bertahan karena hanya dua lembar pakean usang yang sempat kami sabet dari kamar waktu itu"
Pada hari ke dua perjalanan kami dia demam parah tapi nggak ada rumah penduduk sekitar situ, adikku demam dan karena dingin yang luar biasa itu serta mungkin racun dari beringin itu membuat dia yang sudah sangat buruk staminanya menghembuskan nafas terakhir.
“Aku kubur dia dengan tanganku sendiri, memakai cangkul dr dangau yang aku dapatin setelah 1 jam ke arah utara . Cangkul pinjaman dari seseorang yang berbaik hati meminjamkannya padaku. dan dia bawa aku ke kepala desa dari sana ada di bantu 5 orang warga desa Purboyo. Di mandiin di sholatin dan di kafani setelah itu kami kuburkan .”
Dan Lusannya aku meneruskan perjalanku hingga aku bertemu dengan kakekmu.
Tanpa beliau mungkin , gak ada hari ini Nduk! oleh karena itu aku nggak akan menikah tapi aku akan abdikan sepenuhnya sisa waktuku untuk keluarga ini.
" Nek, sekarang bukan jaman feodal di mana nenek harus selalu merunduk seperti jaman kolonial belanda dulu. Kau dah selayaknya pensiun nek jadi Izinkan sekarang aku yang ganti merawatmu, ada mama dan yang lain yang akan menganggap dan menyayangimu selama aku jauh. Boboklah Nek, Aku rindu masa-masa kecil dulu, tuk bisa bobok di hangat pelukmu, tapi aku melihat itu gak mungkin lagi karena tubuhmu kini sangatlah rapuh .
Hanya doa buat kesembuhanmu dan ciuman termesra di keningmu sebagai ciuman balasan atas ciuman sayangmu selama ini. Aku sangat mencintaimu melebihi Ibu kandungku sendiri.
Ciuman terhangat Aku sungguh gila mengagumi auramu, Dan aku sulit hidup tanpamu Inang tersayang!
Tapi itu tinggal kenangan indah, pembicaraanku yang terakhir dengannya 2 Oktober 2005 kemarin. Inang meninggal saat aku masih di Negeri Beton. Pengabdiannya benar-benar tak ternilai dengan materi semahal apapun selamat jalan Inang. Kepergian inang yang tak pernah menikah di susul sahabat tercintaku Amy orang yang pernah menyelamatkan nyawaku di SMU dulu tapi aku benar-benar drop dan sulit menerima kenyataan. Mereka sama-sama ahli ibadah yang tekun, mereka sama dewi penyelamatku dan satu kesamaan lagi mereka sama-sama meninggal dalam kondisi tanpa pernah menikah.
Lower Estate, 7 September 2011
Oleh: Hylla Shane Gerhana
Terpekur ku di sisi tubuh hitam yang keriput itu, begitu legam. Entah di mana sisa-sisa segarmu yang selama ini begitu aku rindukan. Telah kauabdikan seluruh kesetiaanmu pada keluarga kami, sampai urusan sendiri tak pernah kauabaikan lagi. Kini semua orang bilang begitu langka kalau mau melihat senyumu itu.
Senyum seorang inang sejati yang begitu teduh. Kerinduanku akan senantiasa melihat auramu itulah yang memanggilku kembali dari tidur panjangku, ku pernah mati suri tenggelam namun kekhawatiranmu itulah yang ku tau bukan kekhawatiran biasa melainkan kekhawatiran yang melebihi mama kandungku sendiri. Karena dari kecil aku hanya anak inang tak pernah dekat sama Mama dan Papa.
Tujuh puluh tiga tahun usiamu, terpancar di gurat wajah itu beban dan penderitaan yang tak kunjung padam....kau memilih tak pernah menikah karena tak ingin terulang kembali tragedi malam jahanam itu
"Seandainya Aku menikah saat itu..., mungkin aku juga akan bertemu orang sebengis Bapaku , Nduk!" Itulah kata yang keluar dari tubuh yang kini hanya terbalut kulit itu. Seluruh sari-sari makanan telah di cerap habis oleh diabetesnya. blom lagi darah tingginya yang begitu menyiksa.
Dua kali dia terjatuh, tapi mungkin yang terakhir ini yang memaksanya mau di bawa ke Rumah Sakit. " Nenek, selama jauh, aku sering dengar kamu gak pernah mau kalau di suruh minum obat, dan selalu kamu buang, apa betul semua itu, Nek?"
"Habis mual nduk, makan apapun nggak boleh? Orang minum obat kan harus makan?” tanyanya lagi alisnya meruncing menunggu jawabanku.
''Iya Nek, memang sapa yang ngelarang nenek makan ?" La mereka makan pake rendang, aq hanya di kasih nasi jagung, sayur ma susu kedelai tiap hari.
"Nenek, Bapak dah gak ada, gak ada dokter lagi di rumah ini, nenek nggak boleh makan daging merah dan makanan berlemak nenek kan masih bisa makan ikan, asal jangan ikan bakar ikan goreng atau ikan asin aja, dan dalam sayur pun ada banyak mengandung gizi".
"Nduk Aku ingin cerita padamu, untuk melepas seluruh bebanku sekaligus menjawab semua pertanyaanmu selama ini."
Ok aku dengarkan tapi janji Nenek harus minum obat itu dulu. "Bujukku karena luka tusuk pelepah salak di pipinya akan semakin memburuk kalau bakterinya nggak segera di obati. Luka itu akan meluas ke tempat lain?"
Akhirnya pendekatanku itu di terimanya, dan mulailah ia bercerita:
"Sekitar 51 tahun yang lalu, ketika itu hujan turun begitu derasnya, aku kwalahan menenangkan adikku yang terkecil yang masih berusia 7 tahunan . Dia menangis terus karena takut sama halilintar yang dahsyat menyambar rumbai-rumbai rumah ijuk dan dinding gedek ( anyaman Bambu ) yang lapuk karena hujan deras menerpa. Tiba-tiba dari luar terdengar ada org yang mencukit pintu rumah secara kasar. Ditingkahi suara Emak yang tak kalah gaduhnya.
"Waktu itu Emak, hamil tua. Tapi ga tau setan apa yang merasuki pikiran bapak sehingga tega-teganya dia lucuti seluruh pakean Emak di depan kami. Perut buncitnya itu jadi sasaran tinju dan dan terjangan kuat kaki Bapak sehingga darah segar keluar dari selangkangan emak....begitu deras. begitu merah segar. Membuat ku setengah mati menahan rasa takut tapi aq tertekan dan harus tetap tegar karena g ingin adiku juga merasakan takut yang luar biasa".
"Emak yang telah pingsan itu di cambukin dengan sabuk yang kepalanya dari logam itu". sambil mengeluarkan makian binatangnya. " Dasar sundal keparat, siapa yang ngajarin kamu g percaya sama suamimu ini. Masih kurangkah pengorbananku menafkahi anak - anakmu. lo mirip celeng bisanya makan tidur dan beranak saja bikin masalah . Kalau kamu patuh kan gak akan seperti ini jadinya serahkan itu kalung segalanya akan berjalan baik-baik saja.” kata Bapak sambil terus merajam cambuk tubuh istrinya.
"Itulah Nduk, karena sudah keterlaluan kakakku yang baru 14 tahun , yang sanggup melihat penderitaan emak diapun bermaksud menghentikan apa yang di lakukan Bapak . Tapi dia pun tak pelak dari bantaian Bapak" gemeletuk bunyi tulang retak itu benar-benar membuatku dendam dan benci dengan pria."
Karena ketakutan yang luar biasa akhirnya aku seret adikku lewat pintu belakang untuk lari dari rumah itu.
Perjalanan malam yang memakan waktu hampir 4 hari itu sungguh menyiksa. "Nek 47 km dari arah pantai bajul mati, wilayah songgoriti sana, klo sama mobil saja tanpa henti sekitar 1 jam 45 menit, Nenek tempuh dengan jalan kaki?”
"Bertaruh melawah lebatnya hutan jati dan pinus, yang masih perawan dan sangat terkenal dgn binatang buasnya Nek". Hanya itu yang keluar dari mulutku sambil mengusap airmata dengan saputangan putihku.
Lantas adikmu saat ini di mana? Pertanyaaan naif itu akhirnya keluar begitu saja . sungguh suatu yang mengulang kisah tragedi masa lalu yang seandainya itu menimpa yang lain lom tentu dia bisa bertahan bahkan mungkin sudah gila atau kram otak.
"Dia, meninggal di dekat sendang. Itu di sekitar daerah zeni tempur Purboyo Mbantur , Cah Ayu!!''
“Ouh..maaf, tapi klo gak keberatan apa yang membuat adikmu meninggal Nek?
"Hujan turun 3 hari berturut-turut walau mungkin kita dah temukan rumah penduduk dan sampai tiba di emperan rumah itu". Dingin yang menggigit membuatnya tidak sanggup bertahan karena hanya dua lembar pakean usang yang sempat kami sabet dari kamar waktu itu"
Pada hari ke dua perjalanan kami dia demam parah tapi nggak ada rumah penduduk sekitar situ, adikku demam dan karena dingin yang luar biasa itu serta mungkin racun dari beringin itu membuat dia yang sudah sangat buruk staminanya menghembuskan nafas terakhir.
“Aku kubur dia dengan tanganku sendiri, memakai cangkul dr dangau yang aku dapatin setelah 1 jam ke arah utara . Cangkul pinjaman dari seseorang yang berbaik hati meminjamkannya padaku. dan dia bawa aku ke kepala desa dari sana ada di bantu 5 orang warga desa Purboyo. Di mandiin di sholatin dan di kafani setelah itu kami kuburkan .”
Dan Lusannya aku meneruskan perjalanku hingga aku bertemu dengan kakekmu.
Tanpa beliau mungkin , gak ada hari ini Nduk! oleh karena itu aku nggak akan menikah tapi aku akan abdikan sepenuhnya sisa waktuku untuk keluarga ini.
" Nek, sekarang bukan jaman feodal di mana nenek harus selalu merunduk seperti jaman kolonial belanda dulu. Kau dah selayaknya pensiun nek jadi Izinkan sekarang aku yang ganti merawatmu, ada mama dan yang lain yang akan menganggap dan menyayangimu selama aku jauh. Boboklah Nek, Aku rindu masa-masa kecil dulu, tuk bisa bobok di hangat pelukmu, tapi aku melihat itu gak mungkin lagi karena tubuhmu kini sangatlah rapuh .
Hanya doa buat kesembuhanmu dan ciuman termesra di keningmu sebagai ciuman balasan atas ciuman sayangmu selama ini. Aku sangat mencintaimu melebihi Ibu kandungku sendiri.
Ciuman terhangat Aku sungguh gila mengagumi auramu, Dan aku sulit hidup tanpamu Inang tersayang!
Tapi itu tinggal kenangan indah, pembicaraanku yang terakhir dengannya 2 Oktober 2005 kemarin. Inang meninggal saat aku masih di Negeri Beton. Pengabdiannya benar-benar tak ternilai dengan materi semahal apapun selamat jalan Inang. Kepergian inang yang tak pernah menikah di susul sahabat tercintaku Amy orang yang pernah menyelamatkan nyawaku di SMU dulu tapi aku benar-benar drop dan sulit menerima kenyataan. Mereka sama-sama ahli ibadah yang tekun, mereka sama dewi penyelamatku dan satu kesamaan lagi mereka sama-sama meninggal dalam kondisi tanpa pernah menikah.
Lower Estate, 7 September 2011