twitter


14 September 2011

"BUAIAN MIMPI INDAH"

Di Balik Tirai Hujan …
Kulukiskan kisahku, tentangmu.

Kemarin, rindu membakar harap dalam kalbu untuk sebuah perjumpaan. Menciptakaan asa yang tak biasa akan sebuah kebersamaan, seperti dahulu. Kebersamaan yang senantiasa menebar bahagia tak ternilai. Kebersamaan yang begitu indah dalam bingkai “kasih”; di bawah gubuk “cinta”, di atas altar sang “Maha Cinta” dan di tengah-tengah orang “terkasih”. Sungguh tak ada kebersamaan seindah berkumpul dengan keluarga. Ya… keluarga adalah harta paling indah dalam hidup. Dialah permata yang tak tertandingi kemilau indahnya. Tempat menumpahkan segala suka dan duka yang membanjiri raga. Ah…rindu, selalu menjadi penghias dalam hidup yang kujalani. Terkadang manis namun kadang juga terasa pahit bila tak bersambut dengan pertemuan. Itulah “rindu”.

Setelah seharian penuh menjalani rutinitas seperti biasa, maka saatnya raga beristirahat. Sebab mata sudah tak sanggup menahan kantuk. Kupejamkan mata hingga terlelap. Setelahnya, ada hal berbeda yang terjadi, sosok yang kurindu itu hadir. Begitu nyata di pelupuk mataku. Menghadirkan kasih dalam bingkai cinta yang tak biasa. Ah…dia, sosok itu, sosok yang selalu kurindu menjelma nyata di hadapanku. Ibu…ya ibu tercinta. Ia hadir menemani malamku.

Saat itu ntah pada moment apa, aku tak tahu. Kulihat orang-orang berbondong-bondong menuju suatu tempat. Tempat apa itu? Aku jua tak tahu, samar. Di tengah kerumuman orang-orang aku mencari sosok itu karena aku telah kehilangan jejaknya karena terlalu ramai. Kutolehkan ke belakang berharap ada sosok itu di sana. Samar-samar kulihat ayah menggandeng tangannya dengan mesra, mesra sekali. Namun ia tak berdua, ada seorang bocah kecil pula mendampinginya, ia adalah keponaanku. Sesaat kemudian kupanggil keponaanku dan kugandeng jemari mungilnya. Akhirnya kami berjalan beriringan, di sebelahku ada seorang ibu paruh baya, ialah tetanggaku.

        “Lel, kenapa kok kamu begitu cuek pada ibumu. Biasanya kamu begitu dekat dengannya.?”
Deg…tiba-tiba saja aku sadar saat aku memanggil firja, keponaanku. Aku sama sekali tak memandang wajah seseorang yang bergandengan dengan ayahku, yakni ibuku. Seketika, kupalingkan wajahku mencari sosok itu yang berjalan di belakangku. Aku tersenyum padanya, ia pun membalas senyumku. Manis, manis sekali. Senyuman yang telah lama tak kujumpai, senyuman yang selalu kurindu menjelma nyata di pelupuk mataku. Kemudian kami meneruskan perjalanan kembali, di tengah perjalanan air bening jatuh merembes membasahi pipi, kudekap seseorang yang berada di sebelahku yakni kak Sarmiani, tetangga dekat rumah. Kutumpahkan air mataku di sana. Ntah apa yang membuatku menangis, aku sungguh tak mengerti. Tak lama kemudian, jalanan yang tadinya ramai oleh kerumunan orang tiba-tiba saja menghilang, kutatap sekelilingku demi meyakinkan kembali tatapan mataku, senyap. Yang ada hanya sepi. Aku terbelalak, saat menyadari bahwa aku berada di atas tempat tidur. Ya… aku bermimpi, bermimpi bertemu dengan almarhumah ibunda yang telah dua tahun kembali ke PangkuanNya.

Cinta yang tak biasa telah menebarkan kasih tak terlupa. Rindu yang kemarin membelenggu hati terobati sudah. Allah selalu punya cara yang tak terisyaratkan dalam memenuhi harap setiap hambaNya. Saat kerinduan kemarin menjelma nyata dalam sebuah perjumpaan, meski tak senyata yang kumau. Di alam mimpi, Allah telah mempertemukanku dengannya, sosok yang dua tahun ini memenuhi rongga kerinduanku. Buaian mimpi yang begitu indah, saat aku dapat menatap sunyuman manis itu. Senyuman yang telah lama tak terlihat. Senyum…ya semoga saja ia memang selalu tersenyum berada di dekatMu. Dalam bingkai kerinduan, kusapa kau dalam lirih do’a. Kan kuabadikan mimpi manis ini agar tak lenyap ditelan masa.

0 Coment:

Posting Komentar