twitter


Aku menyukai dunia tulis menulis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Tapi penghargaan akan hobiku itu kurasa sangat kurang. Baik dari diriku sendiri maupun orang lain. Bagi orang tua, yang penting adalah sekolah dan prestasi akademik. Aku memang kemudian berhasil mewujudkan impian orang tuaku. Belajar rajin, selalu peringkat satu secara akademis sejak SD sampai SMP, lalu masuk SMA favorit di kotaku, bekerja sebagai PNS di usia belia, 19 tahun, kemudian tugas belajas S-1 atas biaya kantor , menikah dengan orang yang sesuai dengan harapan orang tua *mapan secara ekonomi, sholeh,  menerima keluargaku apa adanya bla bla bla*, dan terakhir tugas belajas S2 di Belanda atas biaya Pemerintah Belanda. Lengkap sudah semuanya. Tapi ada satu hal yang membuatku terasa hampa, aku tidak pernah benar-benar menekuni dunia tulis-menulis yang menjadi hobiku sejak kecil, hobi yang membuatku merasa ‘sangat berguna’ dan ‘eksistensiku’ diakui.  Alasannya sederhana, aku terlalu focus pada satu tujuan, belajar, karena  itu amanah orang tua. Dan kedua, aku tidak pernah sungguh-sungguh memperjuangkannya seperti memanajemen waktu dengan lebih baik sehingga dalam kesibukan belajar aku masih bisa menulis.

Tanpa bermaksud menyalahkan siapa-siapa, kini kusadari bahwa bisa menulis itu adalah nikmat dan karunia Allah SWT yang harus disyukuri. Karena tidak semua orang mendapatkannya. Ada yang memiliki waktu tapi merasa tidak memiliki ide atau keterampilan yang memadai. Ada yang bisa menulis dalam arti memiliki keterampilan untuk itu, namun tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya. Kelihatanannya alasan tidak ada  waktu sangat klise. Tapi begitulah adanya. Karena aku mengalaminya saat ini. Mengurus bayi adalah cita-citaku sejak menikah. Namun rupanya Allah SWT memberikannya sekarang setelah satu windu menunggu. Dan pada saat yang sama semangatku untuk menulis berkobar kembali tanpa bisa kukendalikan. Passion yang selama ini mengendap dan meminta haknya untuk diungkapkan . Aku merasa sangat sedikit waktu yang kupunya. Sisanya telah kucurahkan untuk buah hatiku. Sekarang terasa sekali betapa waktu satu menit yang berhasil kusisihkan untuk sekedar berimajinasi tentang sesuatu yang akan kutulis sangatlah berarti. Termasuk ketika aku berhasil menyisihkan waktu beberapa menit untuk menuliskan hal ini *yang detik ini tengah Anda baca*, rasanya seperti menemukan oase di Padang Pasir. Bersyukurlah bagi siapapun Anda yang punya banyak kesempatan untuk menulis saat ini. Karena banyak di luar sana orang-orang yang dihimpit kesibukan sehingga tidak mampu melakukannya. Teruslah menulis dan biarkan dunia tahu isi hati dan pikiranmu. Siapa tahu engkaulah si pengubah dunia itu. *Salam Pena*

0 Coment:

Posting Komentar