twitter


Labirin Hati
*Chyput


Sepercik rindu yang t'lah lalu
Sematkan hati yang layu
Sesampai dia di terik nan haru
Semangatku hidup menjemput tersedu


Labirin hati yang kian terpatri
Laksana hati yang kian mengisi
Lafadzkan cinta yang tiada henti
Luntahan jiwa melalap meniti


Cinta, apakah ini yang tengah kurasa?
Cemarkan fikir, risaukan asa?
Cacian kalbu kian terasa
Ceraikan hati yang jadi nelangsa


Takut aku pada cinta
Tak hanya menanti yang kian menjemukan
Telaah kata yang sering terucap
Tanduskan hasrat yang lama terpendam


Jikalau kamu labirin hati
Janganlah engkau mengikis risi
Jejak langkahmu kian ku ikuti
Jemari manis masih megitari

============================


Semarak rasa hati tak keruan melabrak. Entahlah, kenangan tentang dirinya masih terbayang. Meski hati terlalu sayang, namun aku tak boleh egois. Dia, si pengagum cintaku. Dia, yang selalu mencintaku. Apa yang kuingin selalu dia penuhi, namun pasti kutolaknya ia.

Aku tak mau munafik. Hal itu semuanya memang yang kubutuh. Tapi bukan dengan cara dibelikan. Aku ingin memiliki dengan usahaku. Misalkan dari honor serabutanku. Atau mungkin ada mukzizat kemenangan meski itu hal yang kecil sekalipun. Nominal sekecil apapun, namun jika hasil sendiri, rasanya sangat bangga. Terlebih lagi bagi aku yang berlatar serba ada waktu kecilnya.

Cobaan hidup dengan perceraian orang tua yang bertubi tubi... kehilangan mama yang selama ini membesarkanku. ditinggal oleh orang2 paling berarti dalam hidupku. dicoba pula dengan kekalahan bertubi-tubi dalam berbagai ajang kepenulisan yang kuikuti... Yah, meski pada akhirnya, kulampiaskan juga kekesalanku yang sebenarnya adalah rasa kecewa yang teramat sangat, tapi kelak mereka akan mengerti, mengapa aku sampai begitu terpukulnya menanggung itu semua. Ketika mereka lah yang berada di posisiku, entah hal buruk apa yang mungkin jauh lebih dahsyat mereka lakukan sebagai pelampiasan.

Mungkin memang banyak, penulis yang juga pemenang yang justru terpacu semakin dalam untuk lebih giat lagi dalam berjuang. Sayang, aku belum pada tahapan itu. Tuhan selalu memanjaknku dengan gelimangan prestasi selama aku sekolah 15 tahun.. Aku tak pernah sedikitpun dituntut oleh keluarga untuk menjadi yang paling unggul atau istilah halusnya "dominan". Tapi tuntutan diri sendirilah yang selalu membuatku tak bisa berpuas diri jika hasil akhir yang kuraih bukan nilai sempurna.

Katakanlah nilai maksimal 90. Sementara aku hanya meraih 87. Aku pasti berlaku bak peri rumah di kisah Harry Potter yang sedang melakukan kesalahan. Ya, menghukum diriku sendiri. Berbagai cara yang sangat egois bin kejam sebenarnya. Karena yang ku tahu, kita harus mencintai diri sendiri sebelum orang lain. Sayang, kepribadianku yang langka ini memang lain dari yang lain.

Labirin hati yang ada pada jiwaku semakin menjadi. Ketika emosi membuncah akibat hal-hal kecil namun sangat mengganggu. Semak belukar berakar kuat serabut sangat dahsyat menggenggam hatiku untuk menarik diri dan menjauh. Tapi ketika "ruh" ceria sedang menghinggapi, aku tak bisa menahan diri untuk ikut berceloteh dengan siapa saja yang bisa kuajak bicara.

Pendiam?
Penyendiri?
Pemarah?
Egois?
Tak pandai bersyukur?

Itukah yang Tuhan CAP pada diriku? Oh entahlah~ yang jelas, itu adalah penilaian mama padaku.
Yah, aku hanya berharap, mama di surga sana sekarang tidak lagi kesakitan, tidak lagi kekurangan, tidak lagi harus mengorbankan hatinya demi aku ataupun orang lain..
Dan bagi "dia" yang pernah menyakiti aku bahkan dengan "ilmu" magisnya, biarkan Tuhan yang membalasnya~...
Yang penting, kini aku sudah mulai sehat.. setelah 2 tahun kemarin mengalami sakit yang tak sewajarnya..
Semoga Tuhan memberkatiku dan melindungi aku dari "gangguan" itu lagi atau semacamnya. AMIN.--- dari sudut notebook  yang baru saja berdamai, Tangerang Selatan 13/05/12

0 Coment:

Posting Komentar