twitter


1Pengalaman Pertamaku

2 Oktober 2011 kuberencana mengikuti seminar Prophetic Parenting di UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta). Sebelum berangkat ada telepon dari saudara yang ada di Bondowoso bahwa Bapak dari suami kakakku meninggal dunia. Suasana kalut tak terperi. Ingin rasa hati untuk membatalkan rencana ikut seminar di UMS. Tapi, tidak enak rasanya karena sudah ada janji sama teman kalau mau kesana. Kakak dan suaminya segera bersiap-siap untuk kesana. Aku dan adikku yang masih kelas satu SD tinggal di rumah. Kuhanya mampu untuk mengirimkan sebait doa untuk beliau, semoga beliau tenang di alam sana.
***
            Aku memutuskan berangkat ke seminar Propethic Parenting walau sudah terlambat. Janji adalah sebuah hutang, yang harus aku tepati. Kuberfikir lebih baik terlambat dari pada tidak hadir. Setelah selesai acara, aku putuskan untuk mengajak temanku untuk mampir ke book fair di Hypermart Assalam. Kubaca-baca schedule book fair, ternyata ada lomba puisi untuk dewasa. Hatiku tergerak untuk mengikuti lomba tersebut. Aku ingin mencoba sesuatu yang berbeda. Aku sadar diri seandainya aku jadi ikut lomba tersebut, itu adalah sebuah pengalaman baru. Aku harus berani, fikirku. Sebuah pengalaman adalah guru terbaik yang akan mengajarkan arti hidup yang sebenarnya. Aku mengajak temanku untuk mendaftarkan diri. Ternyata dia tidak mau. Aku beranikan diriku, untuk mendaftar sendiri
            Kubuka grup writing revolution puisi dan kumulai bertanya kepada kak Yoan si Pendekar Kata mengenai apa saja yang dinilai dari pembacaan puisi. Panjang lebar kak Yoan menjelaskan padaku. Dia berusaha meyakinkan aku, bahwa aku pasti bisa.
***
            3 Oktober 2011 tepat dimana lomba puisi dewasa akan diselenggarakan. Aku meyakinkan diriku untuk terus maju. Aku berusaha menasehati diriku.
“Sudah cukup, selama ini aku hanya jadi penonton yang hanya bisa berkomentar.”
Kulihat nomor undianku, tertulis 39.
            “Ya, sebentar lagi nomorku akan dipanggil. Aku harus yakin, aku bisa tampil di depan.”
            Aku menghela nafas. Ini adalah pengalaman pertamaku. Apapun yang terjadi aku harus siap menghadapi. Kubaru sadar, oh, seperti ini rasanya maju di depan dilihat orang banyak. Sebuah pengalaman pertama yang membuatku tersadar, memang mudah jadi penonton dan memang gak mudah jadi orang yang ditonton. Kuberusaha untuk tampil semaksimal yang kumampu.
            “Bismillah…”
            Setelah turun dari panggung, lega rasanya hatiku. Kubenar-benar baru merasakan bagaimana rasanya harus tampil di depan umum. Salah tingkah dan mati gaya. Luar biasa pengalaman ini.
            “Bagaimana penampilanku tadi, Dik?”
            “Bagus Mbak, walaupun ini penampilan Mbak yang pertama. Kelihatan enjoy. Tapi, maaf ya Mbak. Mbak tadi jedanya terlalu cepat.”
            Aku mengulum senyum. Biasanya aku yang berkomentar. Sekarang tiba saatnya aku yang harus dikomentari.
            “Terima kasih atas masukannya, Dik.”
            Pengalaman pertama sejuta rasanya. Penuh makna. Ada kepuasan tersendiri, setelah bisa menaklukkan virus yang yang namanya demam panggung.
***

0 Coment:

Posting Komentar